Terima Kasih , Anda telah mengunjungi blog saya.

Thank you so much to have you here.
It is about my novels, notes, comments of something, features, short stories and pictures.

Also my products, Furoshiki and Yukata (summer kimono).

Please leave your comments.... thank you
Enjoy it....



Kamis, 15 Juli 2010

Tangga Komunikasi dan Sosiologi Share

Serial-76 Tangga Komunikasi dan Sosiologi
Share
Teman teman

Tempat yang pernah kita datangi akan menjadi tempat kenangan.
Kampus kita di Rawamangun, meskipun gedungnya jelek, lokasi nya pinggir jalan, berisik. Kelasnya panas, kalau kuliah siang. Ukuran sekarang, nggak nyaman banget! Tetap tempat yang penuh kenangan bagi kita.

Tulisan berikut mengingat-ngingat lokasi yang kita sukai untuk berkumpul sebelum masuk kelas.

Ini notes untuk teman2 FB yang mungkin tidak pernah ke kampus FISIP RAWAMANGUN. Moga2 jadi pembanding dengan kampus Depok yang aduhai indahnya.

Selamat ber reuni untuk angkatannya mbak Tyo/mas Awang yang hari ini katanya bikin tour kampus Depok.

Silahkan baca ya, semoga nggak bosan.



Tangga di gedung lama


Tempat favorit para cewek’76 untuk menunggu kuliah sessi pertama pagi hari adalah lokasi tangga. Dekat lorong pintu masuk FIS UI yang dari jalan Pemuda. Tangga itu menghubungkan lantai dasar ke atas, ruang-ruang kuliah. Tangga itu berada di sebelah kiri kios koperasi/Bursa yang jual buku, alat-alat tulis, topi, T-shirt dll. Agak ke depan tangga, nggak jauh, paling 3-4 meter jaraknya , di sisi kanan ada ruang BPM(Badan Perwakilan mhs). Semasa jabatan Junus Resowidjojo (ketua Angkatan ’76) jadi ketua BPM, ruang itu tempat mangkal para cowok ’76. Jadi yah, gitu deh, kita kayanya selalu pengen deket–deket aja!

Yang duduk di tangga itu pada umumnya adalah anak ’76 jurusan Komuni kasi dan Sosiologi.
Lho mahasiswa jurusan lain emang nggak suka? Ya suka lah! Tapi tangga itu sempit, satu trap paling bisa dua orang duduk. Jadi mereka tahu diri. Tempatnya bener-bener sempit banget! Lagipula ada tempat lain yang okey buat nongkrong di FIS UI.
Pemandangannya juga bagus. Maksudnya yang lewat lebih beragam. Ada mahasiswa FH, FS, F.Psi. Mungkin juga tetangga sebelah, mahasiswa IKIP.

Tempat nongkrong favorit ’76 lain misalnya bangku-bangku besi bercat biru di bawah pohon akasia di dekat Aula I. Halaman ini sekaligus tempat parkir mobil atau motor para mahasiswa dan dosen. Bangku-bangku biru di emperan gedung baru. kantin, lorong teras gedung lama dan Taman Sastra.

Emperan gedung baru.
Lokasinya dekat mesin pompa air. Tempat ini ada tiga bangku biru disusun seperti hurup U. Ada sekat pembatas antara lokasi ini dengan lorong, terbuat dari bata merah bolong-bolong. Kita bisa tahu kalau ada yang lewat. Dari sini bisa memantau kondisi dan situasi kantor BPM, tangga gedung lama, kantin (kita mah sebut ini Cafe, meski penampilannya Lapo Tuak!), ruang kelas F. Psikologi dan pintu masuk dari jalan Pemuda.

Dekan, Bu Miriam Budiardjo atau penerusnya Pak Tobias Subekti biasanya muncul dari pintu sini. Kedua orang itu memang tinggal di Jakarta Pusat. Dosen dosen lain juga kebanyakan lewat sini. Pak Selo Soemardjan, Bu Ihromi, Pak Harsono Suwardi, Mas Ronny Nitibaskara, Pak Ramzy Tadjudin, Pak Arby Sanit, Pak Bintan Regen Saragih, Mas Amir Karamoy, Mas Amir Santoso, Mas Paulus Wirutomo, Pak Usman Saleh, Pak Osman Raliby dan Pak Juwono Sudarsono juga. Khusus Pak Juwono Sudarsono ini, anak Kommas mengikuti seniorita kita memanggil dia Mas. Sok kenal sok deket lah! Padahal dia nggak pernah jadi dosen di kelas kita, akrab juga nggak sih. Abis dia nganteng sih! He… he..he

Di lokasi ini, ada box pengumuman pakai kaca. Disinilah pertama kali karya monumental anak Kommas ’76,’ 77 & ’75 ditampilkan. Cikal bakal koran dinding di FIS UI. Koran dinding ”KOMA” EDISI PERDANA dipamerkan dan dibaca seisi fakultas. Karena tempatnya sempit, baca nya gantian. Kritik dan saran juga diterima dari pembaca ”KOMA” disini, lisan lah, sambil ngobrol.

Kantin.
Lokasi kantin persisnya di belakang ruang BPM. Dapurnya menghadap jalan Pemuda. Ruangan nya terbagi dua itu, dapur dan ruang makan. Kantin ini sebenarnya tak banyak menampung meja makan. Cuma ada sekitar enam set meja kursi dari kayu. Tanpa taplak meja atau vase bunga.

Setengah dinding kantin dari semen. Jendelanya besar, dari kaca tanpa gordijn. Lantainya ubin abu-abu buatan lokal, cat dindingnya rada kusam aja. Apalagi dapurnya. Gelap, berantakan. Kalo dipikir-pikir nggak hieginis lho output mereka. Tapi enak banget buat minum, ngemil, ngobrol atau bikin tugas kuliah. Ada yang main kartu dan catur. Baca buku dan diskusi. Nyanyi dan main gitar atau ukulele atau mukulin meja aja kaya main drum atau gendang gitu. Di kantin ini bisa dibilang Nusantara kecil, the melting pot. Segala ada. Ada para mahasiswa senior dari berbagai jurusan, ada yunior.

Kabarnya PSP, itu kelompok musikus para mahasiswa UI yang mempelopori genre musik dangdut dengan ‘taste mahasiswa’ itu bermula dari obrolan anggotanya di kantin FIS UI. Bener nggak sih? Kemungkinan sih benar, soalnya semua anggota PSP adalah mahasiswa FIS UI yang terdata paling menguasai kantin era ’75 sampai dengan ’79 an.

Sama Mas kantin, nama mereka, crew kantin gue nggak pernah tanya, kita bisa pesan susu hangat, kopi susu, kopi panas, es kopi, teh es manis, teh es tawar, teh hangat tawar, jeruk hangat, es jeruk, entah minuman apalagi. Makan juga bisa, sarapan sebelum masuk kelas. Ada, tahu isi, lontong isi atau risoles yang makannya disiram sambel kacang atau cabe rawit. Ada pisang goreng, tempe goreng, lupis, atau lemper.

Lorong teras gedung lama.
Lokasi lainnya adalah lantai lorong lorong depan Aula I, depan kantor Senat, dan depan Bursa, gedung lama, menghadap gedung baru. Di teras ini lebih terbuka, menghadap halaman rumput. Ada pohon pohon pinus beberapa batang. Mahasiswa duduk-duduk di lantai aja. Berselonjor kaki, nongkrong, pakai alas map atau buku terserah. Lokasi ini hanya favorit pagi hari dan kondisinya nggak hujan. Sore nggak seru ah, panas sih! Di sini makanan bawa sendiri, karena agak jauh dari kantin. Tidak ada pelayanan jarak jauh kok! Cuma lokasi ini kalo buat ngerokok sambil senderin badan di tiang , okey banget tuh! Sambil ngelamun juga sip!
Misalnya kepikiran begini, misal lho!
“Her statistik sosial 1 nggak ya?” ” Masa ikut kuliah Wim Van Zanten lagi”
“Lulus nggak ujian Bahasa Indonesia sama Pak Munadi?”
“MPM 1 ngulang lagi nggak nih? “
“Ujian Sistim Hukum Indonesia dapat berapa ya?”
“Kok Dr. Daud Jusuf punya ide NKK/BKK ya? Dia pernah kuliah nggak ya? Waktu mahasiswa dia ‘gaul’ nggak sih? Pernah jadi aktifis mahasiswa nggak ya?”
“Kok Prof. Mahar Mardjono, Prof. Slamet Iman Santoso tiap hari pakai baju putih? Mereka berdua nggak buta warna kan?”
Di gedung lama ini juga ada toilet yang petugas kebersihannya ibu2. Entah kenapa dia sering ngajak ngomong Londo. Apa dia dulu pernah kerja sama orang Londo. Bahasanya lancar juga. Dia ngeluh, mahasiswa dibilang nggak disiplin , buang sampah sembarangan.



Soal tangga!
Tangga semen itu berlapis ubin warna abu-abu, kusam. Ada pegangan dari kayu. Lebarnya paling sekitar semeteran lah. Biasanya yang terpakai untuk di duduki cuma 3 trap, sisanya ya berdiri diri aja di sekitar tangga.
Kalo ada yang mau naik ke lantai 2, mereka minta jalan sama kita yang duduk. Maka kita harus berdiri dan turun sebagian dari tangga. Minggir dikit aja agar orang bisa lewat. Abis itu duduk lagi.

Yang duduk di situ atau yang berdiri di sekitar tangga dari Kommas’76 ada Susy, & Bonita (biasanya emang datang barengan), Jusi, Renny, Laksdewi, Linda, Tina, Debby, gue (Ida), Rika dan Mala. Kadang ada Luki, dan Astari. Dari jurusan Sosiologi ada Mbak Yuni, Ria Yudho, Evelin, Etun, Mey dan Ongki. Juga Ibu Hadi. Kadang ada Tutut (Krim), Binky (Politik) dan Dhay bergabung sesekali. Juga Kusumastuti, Yoke, Rosmala dan Retno.

Coba tebak mengapa lokasi ini seakan akan milik mahasiswa kedua jurusan itu? Gampang kok! Karena mahasiswa2 yang rumah mereka berlokasi sekitar Jakarta Pusat dan Jakarta Timur akan masuk kampus FIS UI melalui jalan Pemuda. Jadi begitu lihat ada satu orang teman yang duduk di tangga, langsung ikut gabung.

Biasanya yang datang paling pagi dari Kommas itu kalo nggak gue ya Linda Ingrid (sekarang jadi Ny.Tobing). Karena kita masing-masing nebeng mobil Babe yang mau ke kantor. Sebenarnya Linda tinggal di Jakarta Selatan, tapi karena dia datang pagi, maka lokasi yang jadi pilihan dia yang okay, ya di situ. Pagi sekali kan bangku biru masih ber embun, basah dong rok kita. Gue juga mikir gitu, jadi yah duduk di tangga aja. Aman. Kantin kan belum buka.

Bangku biru di halaman parkir
Sedangkan mereka yang tinggal di lokasi Jakarta Selatan serta sebagian di Jakarta Barat umumnya adalah mahasiswa dari jurusan Administrasi. Nah… anak ’76 dari Jurusan Administrasi (Niaga or Negara) umumnya suka duduk di bangku biru yang menghadap ke jalan menuju Taman Sastra (Tamsas). Bergerombol di halaman parkir. Kalo bangku kurang, duduk-duduk di mobil juga ayo aja kan?

Di lokasi bangku bangku biru ini ada Ita, Titta, Iis, Hanny, Dhien, Dewi Anggraini, Diana Masduki, Anton, Krishna, Iwan, Tono, Harland, Ai, Irdham, Djoko, Ruby, Ardy, Lies, Erni, Fitje, Rory. Juga ada Lenny, Oge, dan mahasiswa lainnya. Mereka pada umumnya tinggal di Kebayoran Baru, Tebet, Senayan, Pejompongan dan Slipi. , jadi ke kampus FIS UI melalui jalan By Pass, atau Utan Kayu dan lapangan Golf Rawamangun. Belok kiri melalui jalan Daksinapati, melewati kantor Pos & Giro terus TamSas. Stop di bangku-bangku biru, ngobrol dulu.

Taman Sastra.
Sebuah taman berumput di depan Fakultas Sastra (ganti nama jadi Fakultas Ilmu Budaya, FIB) Di taman ini dibuat jalur pedestrian dari semen dan batu-batu kecil. Taman ini dikelilingi jalan yang menghubung kan FH, FPsi, FIS dan FS tadi juga IkIP. Ada beberapa pohon rindang tumbuh disana, pohon akasia dan flamboyant yang bunga nya berwarna orange.

Ada tempat duduk, bangku bangku dari kayu. Tersebar di beberapa lokasi dalam taman. Mahasiswa FK, FKG, FE, FT, FIPIA (FMIPA) dari Kampus UI Salemba, sering juga kedapatan ‘hijrah’ makan siang disini. Mereka bilang ‘cuci mata’, bikin alasan. Itu pengakuan dari anak Kaffa FT UI (group mahasiswa pencinta alam ) atau ’Cine Club FK UI (group calon dokter yang suka nonton film.) yang kebetulan kepergok sama gue dulu.

Sisi kanan jalan TamSas adalah gedung IKIP, terasnya terlihat jelas. Sayangnya dibatasi dengan pagar kawat. Tidak berduri sih, mahasiswa IKIP yang duduk di teras kelihatan kok. TamSas jarang kita pakai untuk nongkrong dan ngobrol pagi hari. Soalnya jauh dari kelas, takut telat. Lagian yang dagang makanan belum ada yang buka.

TamSas sangat okey untuk makan siang. Ada Gado-gado, mie baso, somay, es aneka rasa, juice, goreng gorengan, rujak, asinan, kue kickers (kue beras/rangi) dan lain-lain. Baik yang permanen dagang di bangunan beratap sirap seperti payung. Atau yang vendor street atau yang ngiderin kampus kaya ‘running text’ di televisi. Ada yang dagangannya dipikul, didorong pake gerobak atau di tenteng. Mereka semua bagian dari TamSas.

Mungkin ada lagi lokasi di kampus kita yang jadi favorit dan penuh kenangan. Tapi lokasi-lokasi yang aku tulis itu sudah cukup kan? Buat sekedar nostalgia.

Yang pribadi, silahkan jadi milik dan kenangan anda sendiri. Kalau memang ada sih!

Salamku,

Ida
Depok, 17 Desember 2006.

Mie Ayam Dewi, ‘special order’

Serial-76 Mie Ayam Dewi, ‘special order’
Share
Dear friends,
Ini rewrite atas noteku utk milis. Sekarang aku share untuk menggambarkan persahabatan & silaturahmi itu terjadi dan terjaga karena harmony dan balance pada mereka yang terlibat didalamnya. Kawan dan Persahabatan bagiku sebuah berkah dari Tuhan. Bahkan di Fb teman yang belum pernah bertemu pun.

Semoga noteku tdk mengganggu. selamat membaca.

I love you!


Ida Syahranie/ 23 Oktober 2009


Slice of our life in campus.

Kita mahasiswa '76 FIS UI memang punya selera yang berbeda beda satu dengan yang lain, karena dari berbagai macam latar belakang budaya, social, ekonomi dan kebiasaan. Tapi ternyata tetap dapat selalu bersama menikmati hari-hari berat di kampus FIS UI Rawamangun.
Karena memang berusaha untuk saling memahami. Konflik kecil-kecilan pasti ada, tapi nggak bikin kita hancur.



Menara Pemantau
Inget halaman FIS UI yang menghadap ke jalan arah Taman Sastra?
Ada pagar dari batu kali kan?
Nah, disitu mangkal Mas penjual mie ayam Dewi. Itu favorit mahasiswa ui Sektor Rawamangun, termasuk anak Kommas’76 , apalagi kalo kerja lembur bikin Koran dinding KOMA yang harus terbit setiap Senin pagi.

Soal Mie ayam Dewi ini menunjukkan betapa beragamnya selera kita.
Prosesnya begini. Dari studio KOMA di lantai 4 gedung baru), kita mulai memantau dari jendela kaca keberadaan si Mas Mie Ayam Dewi ini. Kalo dia sudah ‘standby’ di posisinya, anak Kommas yang waktu itu komplit; Linda, Debby, Susy, Bonita, Tina, Endel, Jusi, Luki, Astari, Laksdewi, Mala, Rika, Dhay dan gue serta Imam, Tono dan Henk diam diam turun. Ya satu angkatan, Komunikasi cuma segitu, nggak seperti sekarang, banyaj jurusan dan mahasiswanya.

Turun nggak boleh semuanya, karena dosen pembimbing kita Mbak Ina R.Mariani bisa marah. Biasanya Dewi, Astari, Mala, Rika dan Dhay (Linda Wahyudi) yang mau ngalah belakangan aja plus yang cowok. Mereka tunggu di atas jaga gawang. Tentu siap siap dengan jawaban , alasan mengapa studio kosong, barangkali aja Mbak Ina nanyai kita.
Kita turun melewati tangga (emangnya ada lift atau escalator waktu itu? Nggak ada...). Pas di lantai 2, suara kita yang sambil ngobrol atau becanda harus dikurangi volume nya. Ini kantornya ketua jurusan (sekarang disebut Kadep) Drs. Harsono Suwardi MA, nggak enak aja kalo ketahuan. Setelah itu langsung aja ke lokasi si Mas Mie Ayam Dewi.

Giving orders
Linda order ke si Mas: “Bang mie ayam satu, kuahnya yang banyak ya, yang pedes ya!” sambil berdiri dekat gerobak si Mas.
Renny (Endel) yang berdiri di samping Linda hampir bersamaan juga order ke si Mas, suaranya yang rada genit bikin si Mas noleh dulu: “Bang, mie ayam satu ya, yang banyak mienya ya, ayamnya ya, kasih sambel, kecapnya jangan lupa ya”

Si Mas belum sempet mengiyakan order Linda dan Endel, Tina dan gue sudah order juga, berdiri di sisi lain dari gerobak si Mas.
“ Bang, saya mie ayam ya, nggak pake baso!” (Tina nggak doyan daging sapi) terus ngelanjutin ngorder: “Kuahnya jangan terlalu banyak, kasih sambel ya! Eh iya, kecap jangan lupa!” kata Tina ke si Mas. Dia cerewet banget, makanya kita panggil dia si wek wek!.

Endel sama Linda masih berdiri dekat dekat si Mas, ngeliatin si Mas, sambil nunjuk2 perabotan dagang (sambil mikir: “Mangkoknya bersih nggak ya?”)
Gue juga order, wanti–wanti bilang: “Bang, saya mie ayam satu ya, nggak pake baso( nggak terlalu suka bakso sih), sambelnya dikit aja, kecapnya dikit, kuahnya jangan di campur! Mangkoknya dipisah. Jangan lupa ya bang!” Gue emang nggak suka banyak kuah kalo makan mie, tapi gue masih perlu satu mangkok kuah. Kuah itu untuk Linda. Jatah kuah kita biasanya jadi bagian Linda. Sama seperti kalo gue dan Tina makan telur, goreng atau rebus. Gue makan kuningnya, Tina yang putihnya aja...klop

Si Mas mulai sibuk siapin mie, cemplungin ke air mendidih di panci. Jusi datang mengorder bareng Luki dan Bonita. Gerobak mie ayam Dewi sudah hampir nggak kelihatan, kami kerubungi. Biasanya Jusi atau Bonita juga pesenin buat Debby dan Susy yang sudah atur posisi dengan anteng. Mereka duduk manis di bangku biru, bawah pohon akasia yang bunganya kuning cerah. Kalo sudah sore, hampir nggak ada lagi yang parkir di dekat bang ku itu. Jadi buat menikmati mie ayam oke banget.

“Bang, mie ayam satu buat saya! Jangan terlalu banyak kuah ya! Eh ini sambelnya nggak pake terasi kan?” kata Jusi curiga melihat sambel yang ada di toples plastiknya si Mas. Dia emang nggak pernah makan terasi. Jusi masih membacakan order buat Debby dan Susy dengan berbagai kondisi. Bonita juga punya order dengan ’taste’ sendiri, Lalu tentu saja terima order dari Luki dengan spesifikasi yang juga berbeda.

Giving services
Pendek kata, si Mas penjual mie ayam itu biasanya grogi. Dia bingung! Order nya lisan semua, mana dia ingat! Buntutnya pesanan kita salah! Mie ayam pesanan Jusi, gue yang makan! Orderan Luki, Tina yang sikat. Harusnya mie ayam untuk Endel sudah kemakan sama Debby. Gimana dong?
Kalo sudah gitu, biar setengah jalan makan baru kerasa orderan salah ambil, kita tetap tukeran. Linda paling aman, orderan dia nggak pernah tertukar. Soalnya, mangkok mie punya dia pasti hampir penuh sama kuah.

Ini baru selera separo dari jumlah anak Kommas 76, si Mas mie ayam sudah kacau soal getting order and giving services. Kalau Dhay, Dewi, Rika, Astari, Mala, Henk, Imam dan Tono turun juga pesan?

Queens
Gue rasa dia, si Mas penjual mie ayam itu suruh kita bikin mie sendiri deh. “Terserah elo lah! Pusing!” mungkin begini ucapan dia. Mungkin lho! Waktu itu, daripada menatap wajah si Mas mie ayam yang bingung, gue, Linda, Tina atau teman-teman lainnya lebih suka menatapi mangkok mie ayam nya sih. Laper kan!
“Sorry ya Mas, silahkan bingung sendirian!

The consumer is the queens”
(Queens lah, kan cewek semua!)

Itu baru satu, soal mie ayam. Padahal banyak hal yang membuat kita berbeda. Pesan minuman di TamSas misalnya. Linda, Tina, Jusi atau lainnya suka beli jus avocado. Gue nggak tahan ngeliat nya, geli… kaya ihhh! Imaginasi gue ke ….mana-mana.

Gue baru bisa nelan avocado yang dipotong atau di kerok pake sendok, yang masih berbentuk. Jadi kalo semua pada seruput itu jus, gue nunduk aja atau memandang arah lain, nggak ke gelas mereka. Mereka nggak tahu, gue geli.

Tina lain lagi, nggak tahan liat dan cium bau durian. Tapi paling suka ‘rujak pedes’. Linda suka kue Ku yang ‘merah’ isi kacang ijo dan aneka tape. Tapi kita semua punya juga hobby yang sama, makan krupuk kampong, ditetesi kecap manis!

Just the way you are!
Inilah enakya punya teman teman yang pengertian. Mereka nggak protes waktu gue di kantin FIS UI, makan pisang goreng pake sambel kacang yang pedes, yang seharusnya untuk risoles atau tahu isi. Gue berbeda cara makan pisang goreng kan? Aneh atau apalah, mereka nggak nyuruh gue berubah. Kita nggak paksa Jusi makan sambel terasi or nyuruh Linda ganti selera . Just the way you are!

Ternyata sejak tahun 1976 kita bersama hingga kini, 2009. Perbedaan tetap ada, tak pernah ada yang berusaha untuk berubah demi teman, misalnya. Perbedaan itu membuat kita menjadi pribadi yang khas dengan segala ciri, kesukaan dan kebiasaan yang kita kenali dengan baik. Kita jadi tahu teman kita suka apa, tidak suka apa, maunya bagaimana. Enak kan! Konflik makin kecil, yang ada adalah bagaimana kita dapat menerima perbedaan itu. Nyaman sekali saat kita kontak.

‘Special order’
Teman temanku!
Kita semua bukan keluar dari pabrik seperti boneka ‘Mattel, pabriknya Barbie’ yang membuat kita semua sama. Boneka yang sama bentuknya, wajah, tubuh, dengan barcode dan price-tags.
Kita adalah manusia ‘special order’ kaya Mie ayam Dewi yang kami pesan dulu. The unique creations.

Maka, ada baiknya nurut pesan-pesan mas Billy Joel, “Just the way you are” ini:
Don’t go changing! ……….. try to please me
Don’t change the color of your hair. Hm hm…..

Terusin sendiri ya nyanyi nya. Boleh dengan gaya apa saja sesukamu! Classics, Pop, Jazz, swing, fusion, R&B, soul, hard rock, slow rock, ska, country, dangdut, Gregorian, Melayu, keroncong, kasidahan, tembang mocopatan, Cianjuran, dll.

Salam,

Ida
Depok, 16 Desember 2006

I love you
Team garage Sale

Terminal bis Rawamangun (jadoel)













Terminal bis Rawamangun (jaman doeloe)
Share
Dear all,
Ini sepotong cerita saat pulang kuliah dan hari hari yang kami lalui selama kuliah di FIS UI, Rawamangun.
Tak maksud berbangga sih, hanya membandingkan bagaimana kita mengakses fasilitas umum sekitar kampus saat itu. Sederhana saja. Silahkan dan terima kasih.

Salam,
Ida



Window shopping di terminal.
Terminal bis kota ini tak jauh dari kampus UI di Rawamangun. Bis dari berbagai jurusan ada disini.
Dari depan asrama mahasiswa UI Daksinapati, Rawamangun kita bisa cegat bis atau beca untuk ke terminal. Dekat terminal ada pasar, toko2 electronik, rumah makan, salon, apotik, toko fotocopy dan mini market ‘Terminal’

Aku, Tina dan Linda punya kenangan lucu di mini market Terminal. Kami ke terminal ini selalu sore, karena pagi biasanya dianterin kalo ke kampus. Pulang, pakai public transport, bis.

Sepulang kuliah, kita biasa kesini dulu sebelum naik bis. Kami naik bis yang sama, tapi aku turun duluan di daerah Halim, Bypass sebelum bis menuju ke arah Pancoran. Tina turun di jalan Gatot Subroto, Linda ke Blok M sendirian.

Di mini market, kita suka dengerin kaset lama2, pilih2 accessories, coba-coba cincin, gelang, jepit rambut, .tanya-tanya bedak, lipstick, maskara. Kami bertiga pernah beli cincin dengan model yang sama dan bareng pakai ke kuliah. Murah meriah! Kadang beli kadang tidak sama sekali. Kalo di inget inget, lebih sering nggak beli sih. Yang paling sering kita beli ya minuman lah. Haus, sudah sore pula.

Jerawatan!
“Da, Tin, abis kuliah ini kita ke Terminal dulu yuuk” ajak Linda suatu hari. Itu artinya, kita mau liat2 di mini market tadi. Belum ditanya mau beli apa Linda udah jelasin. “Gue mau beli obat jerawat” kata Linda mantap, bisik2 ke gue. Itu pas kuliah Pak Budyatna, Teori Komunikasi 1, sessi siang.

Wah,... gue jadi semangat. ”Ayo, obat apaan? Gue mau juga ah!” sambut gue. Kasus gue dan Linda kan sama, muka kite jerawatan! Linda masih mending, cantik. Lha gue??? Nggak cantik, jerawatan pula! Maka , diajak cari obat jerawat, gue semangat banget!

Singkat kata, kita langsung ke bagian kosmetik! Linda langsung tanya ke pramuniaga. ” Mbak, mbak, ada Yeastafort nggak?”

Sang pramuniga bengong! Nggak tahu rupanya dia. Linda lalu jelasin, ”Itu obat jerawat Mbak, seperti salep, tubenya dikotakin, warnanya kuning putih” kata dia rinci banget. Si Mbak mendengarkan dengan takzim, tapi akhirnya dia tetap menggelengkan kepalanya. Nggak ada jual itu. Speechless!

Tina dan gue nunggu aja disamping Linda. Kita berdua emang belum pernah liat itu barang yang namanya Yeastafort. Tina keliatannya minat juga.
”Sayang, nggak ada Da. Kita musti beli di apotik kali ya?” keluh Linda. Meski kecewa, tapi dia tetap semangat ngasih saran ke gue. Gue juga semangat dan sudah terpengaruh dia, demi menghilangkan jerawat yang nyebelin banget! Mungkin, gara gara jerawat ini gue nggak punya pacar!
”Obatnya bagus banget Da” kata Linda, ”Cepet nyembuhin. Formulanya ada unsur yeast, itu kaya ragi roti atau ragi yang ada di tape! Bikin jerawat kabur! Makanya Da, sering sering makan tape” kata Linda promosi. ”Makanya gue seneng sekali ama tape Da” kata Linda melanjutkan, seakan menjelaskan mengapa kalo pesen es di Taman Sastra dia selalu pilih es tape.
” Wah, itu mah enak banget, gue suka tape Lin” sambut gue berterima kasih. Gue menerima saran Linda, seakan dia Dewi Kwan Im gitu, lagi turun ke bumi membisikkan wangsit rahasia kecantikkannya. Soal jerawat, tentu saja. Berharap pipi gue nantinya selicin boneka porselen Cina! Ha..ha...he geblek banget! Tapi... sejak itu, gara-gara Linda, gue emang makin seneng tape sih.

Nah... penjelasan sepanjang itu dia sampaikan dihadapan si Mbak pramuniaga lho! Si Mbak dengerin aja, mungkin dia juga curi ilmunya Linda!

Singkat cerita, besoknya pas sebelum kuliahnya , Pak Alwi Dahlan, kalo nggak salah , gue dan Linda sama-sama pamerin obat jerawat kita, Yeastafort! Laksdewi tertarik, Tina liat2 kotaknya. Bonita ama Susy baca lembar etiketnya. Beredar deh itu obat. Kita berdua kaya Detailman, itu para wakil pabrik obat yang mendatangi pedagang besar obat atau dokter! Menjelaskan ke teman-teman Kommas. Padahal gue baru pake satu kali, tadi malem. Belum tentu berhasil.

Makanya waktu Linda pulang dari Amrik, gue rada heran, mukanya mulus. Pasti bukan gara-gara Yeastafort lah. Pasti ’penyembuh’ yang lain. Misalnya tenang, udah nggak dikejar-kejar skripsi, paper dan ujian. Gue denger sih ada love story juga disana yaa. Pantes nggak perlu Yeastafort

Kalo kumpul-kumpul, aku, Tina dan Linda selalu ketawa pas ingat terminal Rawamangun. Banyak kenangan disana buat kita.

Depok, Nov 12, 2008

Halal Bihalal Idul Fitri 1429 Hijriah sambil Tea Walk (25 Oktober 2008)


Halal Bihalal Idul Fitri 1429 Hijriah sambil Tea Walk (25 Oktober 2008)
Share
Dear all...selamat pagi. Ini hadiah akhir pekan untuk kalian, catatan yang hampir terlupakan, dibuang sayang.
Saat Halal Bihalal Idul Fitri 1429 Hijriah sambil Tea Walk (25 Oktober 2008, setahun yang lalu.)
Enjoys!

Salam,
Ida.





Bosen acara indoor
Karena pertimbangan sudah sering bikin acara di dalam kota, maka untuk silaturahmi sekaligus Halal Bihalal Idul Fitri 1429 H lalu, para anggota milis ‘76FIS UI memutuskan untuk bikin di Puncak. Acara digabung dengan jalan2 di kebun teh, makan siang bareng dan presentasi foto2 kegiatan Fisip Fun Fair, GS, Donasi, Tour Jogya. Wah seru nih!

Peserta mulanya segen, takut nggak kuat! Maklum sampun sepuh!

Ide jalan2 di kebun teh ini semula mendapat tanggapan beragam. Ada yg semangat, ayo aah cepetan!. Ada yang males ikut karena takut nggak kuat . Merasa lutut sudah mulai goyah. Maklum, rata rata usia sudah menjelang 50 tahun atau sudah lebih. Dengan beberapa tukar tukar informasi tentang lokasi, acara yang menyenangkan, persuaasi teman kanan kiri, akhirnya peserta tumplek blek. Tanggal juga ditetapkan 25 Oktober 2008. Judul acara : ’76 FIS UI, Halal Bihalal dan Fun Tea Walk. Koordinator event: Anton Natakoesoemah (kang Nuhun) yang selalu mengaku jadi Pembantu Umum. FYI, kita semua setuju saja dia sebut dirinya begitu. Karena bila kita ada event apapun, koordinator toch teteup dia! Ha...ha...ha. Thanks ya broer!
Harap kumpul di Citos, 25 Oktober, jam 5.30 WIB. Berangkat jam 06.00 WIB tepat, pakaian olah raga. Itu antara lain bunyi SMS Kang Nuhun hari Jum’at H-1 (wah pake istilah pak Polisi nih!) kepada seluruh peserta.


Kumpul di Citos, tetep diabsen ama kang Nuhun!

Jam 5.30 pagi, Kang Nuhun bener2 sudah standby di Cilandak Town square (Citos), menunggu para peserta. Tetap dengan walking boardnya yang berisi kertas daftar peserta dan foto copy daftar acara. Bus Big Bird kapasitas 54 seats juga standby di halaman depan Citos. Peserta berdatangan, langsung meriah dengan salaman, peluk cium dan canda ria. Sebagai asisten urusan pin, aku bagi2kan ke peserta yang menyematkannya di dada. Urusan administrasi dan keuangan tetap Kang Nuhun, ini all in berikut laporannnya di milis nanti.
Peserta terdaftar telah datang semua, maka tepat jam 06.05 WIB, perjalanan menuju lokasi Halal Bihalal dan Fun Tea Walk dimulai. Beriringan,1 bus besar, 1 kendaraan jip milik Linda Tobing berisi 4 anak remaja kami. Essa putri Debby, Anissa putri Renny, Erwin putra Linda dan Danny putraku. Dulu, ketika mereka masih kecil2 pernah juga bertemu dalam acara kami, berenang bersama, tetapi tentu sudah lupa. Ternyata, ketika bertemu kembali di acara ini, mereka jadi akrab.

Pembagian air mineral dgn logo’76. Kue lebaran masih beredar!
Canda ria selama perjalanan menuju Puncak terus berlangsung, diseling pengumuman dari Kang Nuhun, pembagian 2 botol air mineral Peddler dengan kemasan khusus event ini, roti dari Linda Tobing, juga beberapa toples kue lebaran yang dibawa peserta, kalo nggak salah Baby. Pokoknya ransum untuk olahraga jalan kaki kali ini pasti sip lah. Full energy dan gizi. Dijamin nggak bakalan pingsan deh.
.
Kebun teh Walini, Puncak. Seger! Istirahat , jajanan tradisional!
Bis sempat mampir di rest area jalan toll Jagorawi, untuk memberikan kesempatan peserta istirahat atau ke toilet. Selama di bus, di rest area atau dimanapun, camera selalu beraksi. Moment2 selalu tak ingin dilewatkan untuk diabadikan bersama teman teman.Sekali lagi foto nggak bisa Cuma berdua...pasti aja ada yang masuk frame! Lagian...ini kan bukan foto honey moon, mau beduaan ...he...he...he. Untung perjalanan lancar, tak ada hambatan berarti, maka sebelum jam 08.00 WIB peserta sudah tiba di Puncak. Memasuki perkebunan teh Walini, udara segar, pemandangan hijau langsung menyergap mata.

Acara tea walkpun dimulai. Kang Nuhun dengan seorang pemandu, petugas lokal berjalan di depan, diikuti peserta lainnya menyusuri jalan setapak perkebunan teh. Tak diragukan acara silaturahmi ini sangat berkesan.

Bayangkan lah ngobrol dengan teman lama, bercanda ria, melepas kangen, sambil jalan di udara yang sejuk segar dengan lingkungan hijau menawan. Di kejauhan, tampak gunung yang diselimuti kabut tipis, indah sekali.
Sesekali berpegangan tangan teman , mengatur langkah agar tak terpeleset. Terkadang bergelayut pada bahu teman, karena sedikit limbung, jalan yang berbatu tak rata, agak sulit mengendalikan kaki kaki tua yang mulai goyah.

Terkadang berhenti sejenak, mengatur nafas agar bisa melanjutkan perjalanan ini, menyusuri jalan berkelok, yang ujungnya akan ke lokasi awal. Sesekali masih sempat menjawab SMS yang masuk, entah dari suami, isteri atau anak2. Mungkin juga dari rekan bisnis. Berhenti sejenak untuk berfoto dengan teman2 seiring, sayang panorama begitu indah sebagai background diabaikan.

Sesungguhnya, fun tea walk ini merupakan lari sejenak dari rutinitas suasana kota yang panas, berdebu, polusi suara dan udara, benar-benar bermanfaat. Menghirup udara segar, sedikit membakar kalori dari beberapa gram lemak makanan yang masuk, sedikit pegal2 besok harinya, dan tentu saja beberapa wajah bersemu merah segar.

Jalan-jalan dikebun teh ini berlangsung sekitar satu jam, kemudian beristirahat di bawah pohon rindang dengan kursi lipat yang diatur melingkar. Istirahat sambil terus ngobrol dan foto2 dilengkapi sajian jajanan tradisional yang dijual penduduk sekitar. Jagung rebus, kue2 basah dan kacang rebus. Sebelum masuk bis untuk lunch ke restoran Puncak Pass, peserta sempat memborong foto2 ukuran post card atau jumbo card yang dibuat para fotografer lokal. Mereka menggelar foto kami di lapangan rumput dekat bus sambil mencegat peserta. Meski rata2 peserta bawa kamera sendiri atau camera HP, akhirnya tetap beli juga. Sebagian memang foto2 mereka ambil momentnya bagus, sebagian lagi kasihan juga sama fotografernya. Kalau bukan kita yang beli , siapa yang mau beli foto kita itu. Jangan- jangan masuk tong sampah. Uuh....

Lunch di Puncak, presentasi foto kegiatan FFF, GS, Jogya Tour dll

Makan siang di restoran Puncak Pass berlangsung meriah. Menu yang khas adalah pancake/popertjes terus tambahan klapetaart dari Binky. Lainnya adalah mie Jawa, capcay, ayam, ikan dan tentu saja nasi dan buah2an. Di lokasi ini selain makan peserta sempat ganti pakaian yang sudah berkeringat dan sholat Zuhur.

Setelah makan siang, Kang Nuhun mulai buka acara resmi. Laporan program kegiatan angkatan’76 serta rencana yang akan datang. Sambutan juga datang dari sekjen Iluni FISIP UI, mbak Indra Sasanti. Lalu presentasi foto2 kegiatan FISIP FUN FAIR, berupa foto2 yang dikumpulkan dari berbagai fotografer (Arief, Ida, Fajri Pradana, Michael Ruru, Aditya, Eka dan Ruby) dan video karya staf Ruby Karno, foto2 GARAGE SALE. Juga dokumentasi tour ke Jogya (Agustus 2008).


Jualan mug, fund raising.
Selain itu aku juga presentasi mug, gelas kopi dgn logo ’76, logo UI, Tea walk . Peserta boleh pesan, keuntungan dagang mug ini untuk menambahi kas ’76. Peserta antusias pesan mug, horee dagangan laku! Tina yang bertugas catat order dan terima uang agak kerepotan. Rasain!
Denny yang khusus datang dari Denpasar, langsung ambil 6 mug sample. Cash and carry!
Yang lucu ulah Tina, dia yang mencatat order dan terima pembayaran. Harga mug cuma Rp.40.000,- Ada beberapa teman yang kena ulahnya, pesan 2 bayar Rp.100.000,- Tina bilang nggak ada kembalian. Jadi akhirnya uang kembaliannya disumbangkan ke kas. Wah... ini strategi bagus untuk fund raising ya Tin! Ha...ha..ha.
Aku baru tahu hal ini setelah pulang dan mulai susun daftar order. Kok uang yang Tina serahkan lebih dari total order mug? Ternyata Tina lupa catet …hi…hi… hi. Untung ingatan masih kuat, jadi kita lanjutkan merapikan order teman2 by phone.

Tour berikut! Ke Padang Bukittinggi.
Di acara lunch itu juga dibicarakan rencana tour 2009. Sudah disefakati bersama dalam suatu pertemuan reuni, akan diusahakan setiap tahun ada tour. Maka setelah beberapa alternative tujuan wisata: ke Timur: Lombok, Bali lagi, Manado. Ke barat: Medan dan Padang-Bukittinggi. Pilihan akhirnya ke Padang-Bukittinggi. Selain itu panitia juga akan mengundang angkatan lain di FIS UI untuk turut serta tour ini. Biar makin rame dan akrab.
Panitia diminta mulai bekerja saat itu juga, ha...ha...ha. Kerja ...kerja ..ayo kita kerja.. (mode nyanyi ON ya). Dalam hitungan hari, karya panitia sudah akan kita nikmati dalam rangkaian tour Padang Bukittinggi, Desember 2009 lalu. Semuanya lancar.

Nonton video Mama Mia otw home!
Perjalanan pulang diisi dengan nonton video di bis. Filmnya ”Mama Mia”, cd yang sengaja dipersiapkan Arief. Lagu2 ABBA dan usia pemain filmnya pas benget dengan peserta tour ini.
Bis sempat mampir di rest area lagi. Kali ini yang jadi sasaran peserta beli jajanan pisang goreng, tahu, tape uli.
Hari itu Halal Bihalal dan Fun Tea Walk berakhir sekitar jam 16.00 wib setibanya bus yang membawa kita di Citos lagi. Kembali ke Jakarta dengan segala rutinitas, macet, asap knalpot, debu, suasana mall yang ramai. Tak berselera lagi untuk window shopping sekalipun, karena badan sudah lelah. Besok lebih pegel lagi, karena tadi jalan belum pakai pemanasan dulu. Sekian.

Depok, 2010

Ida Syahranie

Cirebon.......Setting jam sama dengan 103 yaaa!

Naik Kereta api....tut...tut...tuuuuut
Siapa mau ikut?



Januari lalu, saat menunggu teman2 lainnya datang untuk makan siang bersama di Restoran Mirasari, Kemang, kami , Linda, Debbie, Tina, Darya, Jusi, aku dan satu2nya cowok yang sudah datang, Anton mulai ramai ngobrol dan bercanda. Topik kami mulai soal Etun akan menempati pos baru di Oslo, tour ke Padang- Bukittinggi yang masih hangat, lalu cerita Linda yang jalan2 ke Cirebon dengan para sepupunya.

Debbie, kalo nggak salah nyeletuk. “Kita ke Cirebon yuuk” Wow... semua bilang mau! Anton masih mesem... seperti biasa.
“ Iya.... iya kan ke Lombok masih lamaa banget” yang lain menyahut.
“ Mau... mau!” kita semua nyahut!
“ Naik kereta jam 6 pagi, pulang sore” Linda kasih keterangan tambahan, termasuk biaya de es be.
Kita makin semangat deh bahasnya.
Nah sampai sini, teman2 yang lain sudah berdatangan spt Arief, Krishna, Ayi, Rubby., Djoko, dll. Topik tour makin menarik, hingga akhirnya “ Kita tour ke Cirebon, naik kereta api” Anton mengumumkan!
Hore....hore! Cirebon wait for ‘76ers!

Program 2 bulanan jalan2


Mulai awal Februari 2010 , email2 di milis group ’76 yang berseliweran, topiknya jadi nambah. Tour Lombok dan Tour Cirebon. Khusus Tour Cirebon ini sebagai program internal, biaya transport gratis (pakai kas angkatan). Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya tidak jadi naik kereta api. Kuatir banyak kerepotan harus
cari kendaraan lain lagi untuk jalan2 di Cirebonnya, lebih enak bus, paket komplit, tidak terpisah dalam rombongan kecil2, selama perjalanan bisa bebas dll. Yang paling penting, buat bawa oleh2 nggak repot pindah2 dan jagainnya.

Cuma, sampai keputusan ganti ke bus ini aja, Kang Nuhun menyelenggarakan polling dan hearing pendapat! Pengambilan keputusan demoratis banget! Meski kita bukan partai demokrat ya. Secara aklamasi juga sependapat bahwa kita reunian sambil jalan2 dua bulan sekali (one day trip, dekat dekat aja).


Kumpul Citos 5.30.WIB, cocokkan jam dengan 103

Tanggal 7 Mei, SMS terakhir Kang Nuhun mengingatkan tentang besok ke Cirebon. Kita diminta mencocokkan jam kita dengan 103 Telkom! Buset dah! Rapi jali deh dia kalo soal trip dan tour. Acara di Cirebon nanti sudah rapi dengan run down nya Nggak salah kalo ada yang ide bikin travel biro!

Bus berangkat tepat jam 5.50, bukan. “Teman2...Toleransi cuma 5 menit buat Djoko yang mobilnya baru mendekati bus dan telpon. Yang telat, bener bener ditinggal. Kita nggak mau program kacau ya...” via mic Anton mengumumkan.

“ Teman-teman ayo...ayo silahkan duduk! Fotoannya nanti aja ya!” lanjut Anton menghimbau para cewek yang tak mau kehilangan moments, foto2 di bus! Mumpung masih kinclong Pak! Make up masih ok, badan seger, ceriaaaa ketemu temen! Rory yang jadi top star foto sessi ini, setelah foto dia kabur! Harus ikutan acara kantor. Yaaaa Rory!

Masing masing duduk di kursi deh. Nurut kayak anak TK.
“Check ya, tiap kursi ada satu botol air mineral 1,5 liter, 1 trash bag, 1 tissue dan handy clean dan 1 buku/paper karya Iwan Gardono, panduan tentang Cirebon dan 2 lembar foto copy berisi run down acara dan daftar peserta” Anton cuap cuap via mic, sementara kita mulai check. Komplit!

. “ Ayo kita mulai ber doa, semoga perjalanan ini lancar, aman , selamat berangkat dan kembali’ kata Anton sekaligus meminpin doa.

Paper Iwan Gardono yang menarik! Bekal kita berkunjung ke Cirebon lengkap,dan akurat layaknya paper akademisi dengan reference/footnote!. Ada sejarah kota Cirebon, kesultanan, makanan, minuman dan batik serta kuliner lainnya. Iwan pesen lagi ya... buatin untuk Tour Lombok! He... he... ngarep deh!

Bus mulai bergerak meninggalkan halaman depan Citos, tempat kita berkumpul. Memasuki toll Simatupang, Linda Tobing sudah berdiri, siap dengan sekotak roti. Berjalan dengan goyangan bis yang lembut, menawarkan kepada teman teman hingga ke baris tempat duduk belakang.

Teman- teman yang lain , ibu ibu maksudnya, mulai bongkar bawaan! Ernie keluarin kacang Bali, Ada lemper dari Endel, ada snack lain, risoles dari Binky dan gue bawa kue karamel. Buset deh....ada yang bawa puding! Yang tak kalah heboh, ada cool box dari Anton, berisi buah buahan segar!
Pokoknya yang berangkat belum sempet sarapan jangan kuatir!


‘Malam’ mau dibeli juga... laper?

Atau alih profesi jadi pembatik?

Yang bawa DVD, CD sudah setor ke depan minta diputarkan. DVD pertama diputar tentang tour Bali dan kegiatan lainnya. Selanjutnya DVD yang dibawa Monang, lagu2 Panbers apa Meercys yang mendayu dayu.
Djoko dan Monang tampil jadi penyanyi. Bus dengan 3 monitor TV ini memudahkan mereka yang duduk dibelakang berpartisipasi nyanyi. Mic juga bisa sampai belakang. Ini bus okeh banget. Debbie malah komentar di FB, bus setara Boeing. 707. Lagu2 nostalgia oleh Djoko diplesetkan. Tentu saja komentar jadi rame! Bus meriah deh! Menjelang jam sepuluh, sekitar sukamandi, para bapak yang duduk di belakang sudah sepih! Tidur semua... khas para pensiunan! Ibu2 di depan selain ngobrol yang makan snacks dan FB an. kirim kirim foto!

Saat mendekati Cirebon, Debbie atau Linda yang duduk disisi kanan nunjuk2 sesuatu. “Itu apa?” Warnanya kuning apa merah? Pokoknya kita semua kira itu makanan! Pelan namun meyakinkan , supir bus kita, pak Iwan mengatakan itu adalah ‘malam’ sejenis lilin untuk membatik! Waduh.... dasar orang kota! Atau niat alih profesi jadi sodagar batik???

Linggarjati, situs sejarah kemerdekaan Indonesia
Linggardjati, tempat berlangsungnya perjanjian antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan jadi tujuan pertama kita di Cirebon. Terletak di daerah Cilimus, dikaki gunung, dekat dengan kota Kuningan juga.. Daerahnya sejuk dan nyaman. Mengunjungi situs ini di hari Sabtu, 8 Mei ini sungguh enak, pas rasanya untuk memahami sejarah. Tidak ramai, lebih tenang. Saat lalu pernah berkunjung kesini, pengunjung berjubel, libur lebaran sih!
Ruang utama negosiasi, ruang tidur dan fasilitas lainnya. Sebuah villa yang indah. Maka tentu saja berfoto disi tak terlewatkan.

Di lapangan parkir, Linda, Binky dan Dewi kepincut pisang yang segar dan besar besar. Ita dan Ernie malah diam diam beli tahu gejrot, makanan khas yang seger nikmat itu.
Sebelum kembali masuk kota Cirebon, mampir ke toko oleh oleh di daerah Bojong. Display diluar menarik mata, terlihat sederet ember berwarna hitam. Seperti penjual tanaman. Bukan.bibit tanaman.. itu tape ketan yang manis manis! Khas Cirebon/ Kuningan. Masuk ke dalam toko, waduh... bingung deh milihnya, macam2! Dodol, simping, krupuk, manisan mangga, dan buah buah lainhya, agar2 kering warna warni, abon, ikan asin aneka tipe! Surga deh!


Sentra Batik Trusmi....pedagang dan pembeli gak beda!
 
Isi bagasi bus sudah setengah terisi, kami harus menuju kampung batik Trusmi di kota Cirebon. Pasti isi bagasi akan tambah banyak! Di trusmi kami parkir di sebuah lokasi one stop shopping. Bisa beli bati, makan siang , sholat dan istrirahat. Ini berlangsung hingga jam 15.30 WIB. Kayaknya lama, padahal waktu terasa sangat sempit! Aku cuma bisa mengunjungi 2 toko batik! Kita, persis monyet terjun ke kacang!

Lemari display main bongkar aja. Binky duduk dilantai, setumpuk batik sudah terpilih. Persis juragan batik. Disekitarnya duduk teman2, Tina, Debbie, Endel, Linda, Dewi minta diambilkan yang itu! Yang sana ! Yang merah! Yang ada burung! Yang hijau, yang biru! Ada yang sibuk mematut matut dengan selndang batik sutra di depan kaca. Malah ada yang sudah menjatuhkan pilihan dan antri di kasir! Ini baru satu toko, kita pindah ke lain toko. Juga sama hebohnya. Malah bertemu dengan serombongan angkatan ’76 FHUI, yang juga heboh belanja batik. Arief dan aku aduk2 satu box berisi batik yang harga murah tapi indah2. Arief ternyata buat objek foto, untuk kalender! Ada ada aja deh!
Ada box di depan, dekat pintu masuk, diaduk sama Baby, Chichi dan Renny, Stella, berisi selendang sutra , sajadah dan sandal rumah! Semua motif batik!
Para pria ’76 entah dimana? Hunting batik juga pastinya, ke beberapa toko disepanjang jalan perkampungan batik ini. Atau duduk santai sambil menikmati empal gentong, es cuing, tahu tek tek.


Keraton Kasepuhan, sepuh dan sepah

Tak lengkap ke Cirebon tanpa mengunjungi situs sejarah Keraton. Karena waktu terbatas kita hanya bisa mengunjungi Keraton Kasepuhan. Saat kami tiba pihak keraton sedang mempersiapkan tahlilan 7 hari (buka kerudung) masa berkabung wafatnya Sultan Sepuh Pakuningrat IX.

Kami disambut seorang pemandu, berpakaian adat, di Siti Hinggil (tanah tinggi), lapangan cukup luas di depan keraton. Hari itu kami tidak bisa memasuki dalam keraton, jadi hanya bisa masuk ke beberapa tempat, musium benda pusaka, mengintip sedikit bagian dalam keraton.

Dari sekian tempat yang kami kunjungi, situs inilah yang paling menyedihkan!
Baru memasuki area keraton saja sudah terasa. Bukan hanya karena keraton sedang berkabung. Tapi karena tempat bersejarah ini tampak tak terawat. Halaman berumput liat, tak terpotong dan tertata rapi. Jalanan becek, beberapa tumpukan sampah plastik dan lainnya.

Memasuki musium juga lebih parah. Barang yang dipajang kotor berdebu, karatan. Berbagai macam senjata, keris, tombak, anak panah, baju jirah semuanya tampak kusam. Yang berbahan besi tak tampak mengkilat. Yang berbahan kuningan tampak membiru. Meja kursi penih debu, kaca display kusam dengan debu yang lengket. Informasi tentang benda benda yang dipajang juga sedikit sekali. Hampir disetiap meja display, seorang pria, entah kerabat sultan atau siapa, menempatkan selembar dua lembar uang seribuan. Sambil berbisik kepada pengunjung untuk minta bantuan dana kebersihan! Selain tak elok, kesannya liar pula. Ini cara lain untuk mengemis kah? Satu satunya yang tak di tempeli uang recehan oleh mereka adalah kereta kencana! Ada dua kereta kencana, yang asli dan duplikat, seperangkat tandu untuk permaisuri dan satu tandu untuk para pengeran yang diarak untuk sunat/khitan. Yang unik, dalam musium ada lukisan sosok Prabu Siliwangi, cikal bakal Sultan Sepuh Cirebon, yang dibuat tahun 1995 an, dengan tehnis optis tertentu seakan akan selalu menghadap kita disisi manapun kita berada. Hadoh...apa ini termasuk barang antik? Pas kah untuk masuk musium? Adakah kurator musium yang ahli menangani ini?

Di musium kereta kencana ini kondisi juga sama. Berdebu dan apek! Aku yang asthma sungguh kuatir, mendadak kumat!
Bagaimana ini bisa terjadi? Apa pihak keraton mengalami hambatan dalam merawat situs ini. Apakah Pemda telah diajak berunding? Bukankah ada program tahun kunjungan Musium? Adakah cara yang bisa kita lakukan? Ayo selamatkan peninggalan sejarah Indonesia. Mungkin ini baru Cirebon, bagaimana istana dan tempat bersejarah lainnnya? Setumpuk pertanyaan tak terjawab.


Bus, teman , Hachiko

Pilih naik bus ke Cirebon ternyata tak salah! Bus enak ini cocok buat kita tour. Fasilitas nya bagus. Kursi bersandaran empuk dan bisa direbahkan sedikit. Kaki bisa selonjor. AC sejuk, audi-video okay dengan 3 monitor. Crew bus yang koperatif.

Di perjalanan pulang, kita nonton film Hachiko, film yang dibintangi Richard Gere dan seekor anjing lucu yang setia, menggemaskan dan mengharukan! Pas dengan pertemanan angkatan ’76 ini. Kesetiaan bersama hampir 35 tahun, ada saat gembira, santai, juga ada saat kita harus berpisah dengan teman. Tahun lalu kita kehilangan Ardi Gautama. Bertemu dan berpisah tak bisa kita hindari. Hanya sebelum saat berpisah itu tiba, marilah selalu tetap setia, seperti Hachiko.

Salam, sampai di trip berikutnya

Ida Syahranie
2010-05-13

Mie goreng, flag carrier


Bali Tour FIS UI'76: Mie goreng, flag carrier


Thursday, October 1, 2009 at 7:50am 

Notes ini kutulis untuk milis'76, catatan perjalan ke Bali bersama teman 2007 lalu. kemudian rewrite un tuk FB ini menyambut tour Padang Bukittinggi 2009. Sama spt ke Bali, tour kali ini juga dengan dua rombongan. Yang berangkat tgl 8 Okt dan 9 Oktober 2009 nanti.
salam,

Ida
Ketika sudah berkumpul untuk makan malam di Café Bonsai, Sari Sanur Resort, 26 Januari 2007, topic pembicaraan peserta tour Angkatan’76 FIS UI adalah perjalanan menuju Denpasar. Soal cuaca, pesawat yang ditumpangi, makanan di pesawat dan lain-lain.

Kita berkumpul di Bali dengan menumpang sedikitnya dua maskapai penerbangan. Milik swasta untuk rombongan yang dipimpin Anton.
Naik pesawat lainnya seperti Tina, Etun, Binky & Krishna, Lenny dan Ruby. Demikian juga Debby, Renny dan Linda. Titta, Sulistiono, Ita dan Uchi. Djoko dan Asronald yang dari Medan.

Ketika omong omong soal service di pesawat, Endel bilang “Kami dapat Mie goreng di pesawat”. Debby menambahkan keterangan Endel soal mie goreng itu “Mienya aneh! Kering” katanya.
“Iya betul, kita juga dapat mie goreng” sahut Binky. Meski sama-sama naik pesawat yg ’flag carrie’r, rupanya mereka dalam pesawat yang berlainan.

“Lucu juga ya pilihan menunya !” sahut seseorang diantara kita yang duduk di ujung meja. Aku lupa siapa. Ya, emang rada nggak matched gitu deh!

Lalu aku pamer dong! Biar pesawat yg kami tumpangi bukan Flag carrier, kelas ekonomi, pilihan menunya lumayan lah. Snacks, sebuah roti yang rasa manis enggak, tawar juga enggak. Sebuah lemper ayam ‘see thru’ yang langsing bak ‘peragawati dan segelas air mineral serta selembar tissue.

Yaah, di era penerbangan murah, mungkin aja soal menu di pesawat jadi nomor sekian dari bawah dalam daftar client services maskapai penerbangan kita. Mereka perhatikan procedure keselamatan terbang aja sudah syukur banget!

Aku jadi inget email yang di forward oleh Deddy Nurhidayat Phd di milis Komunikasi. Isinya tulisan2 para pilot militer dan commercial dan pilot senior di negeri kita. Isinya sangat serem! Betapa banyak prosedur terbang yang dilanggar oleh maskapai penerbangan di Indonesia. Malah Adam Air (yang kini sudah tidak aktif lagi), sering terbang menerobos jalur demi menghemat bahan bakar. Atau terbang dengan system navigasi yang rusak.

Kemarin 1 Februari 2007, di acara Panel Diskusi Dewan Perguruan Periklanan, aku ketemu beberapa teman yang omong soal Adam air juga. Rupanya, waktu Adam Air tersesat ke NTT itu dua orang alumni FISIP UI dari jurusan Ilmu Politik, Dr. Chusnul Mar’yah dan Dra. Renny ada dalam pesawat itu. Karena pesawat yang mereka tumpangi nggak juga mendarat, para penumpang panic. Pramugari nggak bisa mengatasi pertanyaan para penumpang. Jadi para penumpang berebutan ke arah cockpit. Mau tanya sama pilot, mereka ada dimana?

Kebayang nggak, cabin pesawat kaya bis kota! Penumpang numpuk ke depan! Pada mau cari kondektur ya! Singkat cerita, pesawat setelah 4 jam mengudara, landed. Katanya sih, sama sekali tidak ada pemberitahuan kepada para penumpang, mereka ada di airport apa, di kota mana. Namanya juga get lost!
Semua penumpang bingung! Karena kok pas di airport hampir semua orang yang ditemui kriting kriting dan hitam-hitam. Kok kaya bukan di Makassar ya? Katanya lagi sih, karena Chusnul Mar’yah sedang di blacklist media, jadi berita detail tentang ini dari mulut dia sebagai victim nggak keluar. Tapi media daerah katanya memuat omongan dia tentang kejadian ini. Wow….. !

Pokoknya itu penerbangan yang jauh banget melenceng jalurnya. Yang buruk adalah, rekaman data penerbangan terhapus, karena pesawat Adam Air yang terbang ngawur ini diperintahkan untuk terbang lagi.
Padahal itu kata Bapak2 yang nulis di milis itu, tindakan Adam Air itu sangat sangat melanggar peraturan penerbangan, karena belum diperiksa mengapa musibah itu terjadi. Mereka mau bikin ‘move’ lho agar peraturan penerbangan itu ditegakkan. Syukur deh! Semoga aja ada perbaikan. Kita konsumen jadi di lindungi, dan bikin trip or tour yang pakai pesawat udara nggak khawatir gitu.

Jadi sangat beruntung, ketika kita bikin tour ini, tak ada masalah dengan penerbangan. Nyaman aja. Ada delayed, tapi nggak berhari hari. Nggak seperti pengalaman aku dulu (28/01/2006), mau ke Banjarmasin. Seharusnya take off jam 05.45 WIB. Baru benar-benar berangkat jam 17.40 WIB.

Pemberitahuan pada calon penumpang dicicil sejam sekali lah! Ini semacam trick. Jadi mereka nggak perlu kasih lunch atau hotel, hemat kan! Kita calon penumpang terpaksa cari makan di airport. Seharian , rata-rata per orang habis sekitar Rp.100.000,- ada yang lebih. Karena pertimbangan sekalian makan malam. Toch baru satu jam empat puluh menit sampai di Banjarmasin dan itu sudah jam 19.00 WIB (20.00 WITA) Jam lapar deh..

Jadi, mie goreng atau ‘lemper peragawati’ bukan esensi penerbangan.
Safety first! Ini gue nulis suara konsumen atau apa ya? Tapi itulah sedikit obrolan sepanjang makan malam di Bonsai Café, Sari Sanur Bungalows. Masih banyak yang lain sih!

Sekian dulu

Depok, 3 Februari 2007

Ida S. Syahranie
Written about 2 months ago · Comment · LikeUnlike
Wah keliatannya asik bener jalan2 ama angk 76....makasih mbak Ida...sering kumpul memperkuat ikatan silaturahmi...
October 1 at 10:13am · Delete
Thank you all! Tadinya mau menyambut tour dgn warming up tulisan ini. Karena gempa, tour tunda jadi Desember. Semoga para sahabat kita di Sumbar segera pulih dar penderitaan mereka.
October 1 at 9:00pm ·

Kotak P3K, beauty case dan dompet!

Kotak P3K, beauty case dan dompet!

My Notes|Notes about Me|Ida's Profile

Serial-76 Kotak P3K, beauty case dan dompet!
Share Friday, September 18, 2009 at 9:32am | Edit Note | Delete

Dear my FB friends,

Notes ini tentang kegiatan ku dan teman2 FIS UI di Serpong, 1978 dulu. Sewaktu bikin penelitian. Ada hal kecil yang bisa aku bagi sebagai kenangan. Sebenarnya sebagian cerita ini pernah aku tulis di KOMA, koran dinding mahasiswa FIS UI dulu. Sekarang tulisan ini hasil rewrite plus untuk teman2 di FB
Kejadian 2 saat aku dan teman2 turlap riset dulu, sekian tahun yang lalu.
TENTANG PERISTIWA KELAHIRAN MANUSIA & HARAPAN.

Semoga dapat menjadi kado bagi kalian yang terlahir kembali, menjadi sosok fitrah nan suci setelah menjalani Ramadhan. Sekaligus harapan ku untuk dimaafkan segala kesalahan lisan, tulisan dan tindakanku.
Minal Aidin Walfaizin

Silahkan baca. Semoga nggak bosen ya.



Metromini

Semasa kuliah di FIS UI kami , angkatan ’76 pernah mengadakan penelitian ke daerah Serpong. Tahun 1978 kalo nggak salah.Jurusan Kommas dibagi dua tim, satu di Babakan yang lain di Rawabuntu. Jurusan lain juga berangkat. Di sebar ke seluruh wilayah Serpong, di Panunggangan, Pondok Jagung, etc. Aku termasuk tim Babakan dengan anggota Susy, Tina, Dhay, Imam, Laksdewi, Cici, siapa lagi Aku lupa. Rasanya Henk Saroingsong dan Kumalawati. Sedang dosen pendamping adalah Mas Setiawan Abadi. Tim Urban’s generation FIS UI

Tim ini berangkat dengan Metromini yang warnanya pas dengan FIS UI, orange. Perjalanan kesana oke lah! Belum ada jalan tol, jadi melalui jalan Daan Mogot. Pokoknya sampai disana sore. Tim bermalam di rumah Pak Lurah atau siapa, pokoknya dia ‘pejabat’ desa itu.
Tim Urban’s generation FIS UI ini mulai gelisah begitu sampai halaman rumah beliau.

Yang pertama towel-towel bahu aku Cici. “Da, kok rumahnya gelap ya” kata nya bisik bisik di telinga aku. Aku nyengir kuda aja. Ya iya… lah, ini kan desa, belum ada listrik! Liat aku cuma reaksi gitu, Cici nervous, pambil memeluk bantal kecilnya, khusus bawa dari rumah.

Aku pikir Cici paham, eh malah terusin komentarnya. “Da, rumah nya nggak pake ubin!” kali ini suaranya rada kenceng. Kita emang sudah dipersilahkan masuk rumah. Aku nebak-nebak sendiri, pasti rumah ‘pejabat desa’ itu dipilih karena dianggap yang paling mewah seantero desa.

Waktu masuk rumah, aku terpengaruh Cici, menatap lantai. Mataku beralih fungsi jadi camera yang in operation. Mataku pan right & pan left, aku juga zoom in & out posisi posisi tertentu.Malah extreem close up segala! Memang nggak pake ubin, tapi dipoles adukan semen-pasir.

Disana sini aku lihat polesan lantai sudah retak, tanahnya nyembul. Mungkin nggak tiap hari dibersihkan jadi kelihatannya kaya tanah semua.

“Ci, bukan lantai tanah kok! Elo bawa sandal?” aku menenangkan Cici. Sok ya! Padahal aku juga mikir, kalo dari lubang kecil itu nongol ular gimana? Iih!


Velbed kaya ABRI

Setelah beradaptasi dengan Nyonya rumah, kami mulai atur posisi tidur. Semua kebagian velbed, tempat tidur lipat kaya tentara. Aman, tidur nggak di lantai. Aku sama Cici sudah bisa senyum senyum. Lega!

Tapi hari makin senja, Susy yang dapat tempat di pojok sudah nggak begitu jelas. Ruangan gelap. Padahal lokasi kami tidur itu di ruang tamu. Nggak ada kabel listrik barang sesenti pun kelihatan. Lilin juga nggak punya.

Apa semalaman pake lampu teplok? Aku paling takut gelap. Terus kalo terlalu lama gelap aku stress, terus sakit asthma ku kumat. Gimana dong!

Lampu Petromaks
Pas menjelang Magrib, sang pejabat tiba. Bawa lampu petromaks. Syukur deh! Lampu itu jadi pemandangan yang menarik bagi kami. Juga paling penting. Soalnya kami perlu buat saling pandang sama teman-teman dong! Masa kaya di gua, gelap.

Malam itu selain nasi dan lauk yang disediakan Nyonya rumah, kami menge luarkan bekal masing-masing. Ada yang bawa roti isi, roti tawar, daging rendang, kari, ikan , selai nanas, meisyes, telur asin rebus, acar, sambel bajak. Akhirnya kita sepakat, stock makanan jangan dibuka semua. Harus diatur. Yang cepat rusak dimakan duluan.

Malam pertama di sana hujan deras, suasana desa terasa sekali. Nggak ada TV, radio. Yang ada gelap aja. Apalagi pohon jengkol di depan rumah lebat banget. Ini benar-benar ‘in the middle of no where’

Seandainya ada kudeta, perang atau apa saja di Jakarta, kami di Babakan nggak akan pernah tahu. Padahal sebenarnya tidak jauh dari Jakarta. Hanya fasilitas transportasi dan komunikasi, beda banget. Di sini masih fasilitas zaman Belanda.


Survey lokasi hari 1

Untuk mengenal daerah penelitian kami, pagi pagi setelah sarapan, semua anggota Tim Babakan jalan kaki .
Memangnya ada beca?

Semua tim keluar dengan jaket masing-masing, pakai topi atau bawa payung Saat itu memang musim hujan. Masing2 bawa tas plastic berisi outline research, formulir lembar questioner & alat tulis.

Kami menyusuri kali kecil, jalanan yang becek tanah merah, lengket di sepatu. Kami melewati bangunan rumah permanent. Sebuah rumah tua itu sudah kosong. Dulunya milik seorang pedagang, warga keturunan Tionghoa. Arsitekturnya khas, campuran gaya Eropah dan Tionghoa, dengan teritis, mengadopsi gaya local.

Aku melongok ke jendela, kaca, masih ada beberapa perabot dari kayu, meja altar untuk sembahyang sudah tak ada lampunya. Kursi kayu, beberapa lukisan kaligrafi khas Tionghoa , Terlihat berdebu, gelap tentu saja! Asyik melihat lihat gitu ternyata aku sendirian, Rupanya… teman-teman sudah jalan tinggalin aku! Cepat-cepat aku kejar mereka, dengan sepatu yang sudah berat dengan tanah lempung.

Setelah agak lama berjalan, menyusuri pinggir parit atau kali itu, kami mene mukan beberapa cluster rumah-rumah penduduk.
Rumah rumah desa, dari bamboo, atap genteng, dinding anyaman dari bamboo (gedek), Lantai dari tanah tanpa polesan semen pasir. Hampir di setiap rumah, kita akan menemukan bale -bale dari bamboo. Bangku semacam ini seperti kursi tamu, berada di depan rumah.

Penduduknya ramah, terdiri dari suku Sunda Tangerang dan warga keturunan Tionghoa yang memang sejak lahir tinggal di sana. Menurut Tina, bahasa Sunda mereka agak berbeda dengan bahasa Sunda dari daerah Priangan, Cianjur, Bogor atau Sukabumi. Memang aku dengar juga agak lain. Nada atau apa, nggak tahu lah.


Survey hari ke 2: Bu Paraji

Hari kedua Tim dibagi bagi, jadi jalan berpencar untuk memulai wawancara responden kita. Aku sama Tina dan Dhay. Salah satu responden kita adalah Paraji, seorang dukun yang membantu kelahiran bayi. Dia terkenal di seantero Babakan.

Susah payah kami akhirnya sampai di rumah Bu paraji, yang aku lupa namanya. Perjuangan berat ke rumah dia, karena harus melewati tanggul2 yang licin dan becek, sawah yang luas terus menyeberangi parit dan tentu saja semuanya tanah yang becek dan lengket.

Tina yang Sundanese sebagai guide, karena Bu Paraji nggak bisa berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Indonesia. Dhay besar di Jakarta, sedangkan aku asli Kalimantan gede di Jakarta, buta bahasa Sunda.

Baru aja questioner mau dibuka, seorang pemuda kampong datang. Aku nggak ngerti dia ngomong apa ke Bu Paraji. Yang pasti, Tina bilang bu Paraji mau pergi saat itu juga, ada yang mau melahirkan. Kami diminta ikut aja! Mulai lah perjuangan mendekati responden, rapport. Soalnya Bu paraji akan diwawancarai, open questioner. Dia bukan isi form! Mana bisa dia nulis….!

Setelaah berjalan cepat di tanah yang becek lengket, melalui tanggul sawah, rasanya capek banget. Hujan pula rintik-rintk, kami sampai di sebuah rumah kecil. Rumah yang kami datangi terdiri dari dua ruang, Ruang depan untuk tidur, dan bagian belakang untuk memasak. Ada teras kecil dengan sebuah bale-bale.

Keseluruhan rumah berlantai tanah. Dinding nya dari anyaman bamboo, sudah lapuk, suasana ruang agak temaram. Sinar matahari hanya masuk dari pintu depan. Satu satunya jendela di ruang itu tertutup rapat. Atap genteng nya terlihat jelas, karena rumah itu tanpa plafond.

Sementara itu, dua pria tua duduk-duduk di teras sam bil mengobrol, santai. Ada dua anak kecil juga ber main di sekitar tempat tidur calon ibu. Ada kucing dan kambing berbulu hitam putih yang turut berteduh di teras karena hujan rintik masih saja turun. Ayam-ayam juga keluar masuk! Benar-benar tidak hieginis buat pelayanan pasien!

Pintu rumah terbuka lebar. Ketika kami masuk rumah itu, persis di samping pintu bergerombol tiga wanita. Mereka mengelilingi se buah tempat tidur kayu. Di atasnya, berbaring wanita muda yang sedang kesakitan, mau melahirkan.
Wanita muda itu berbaring beralaskan jas hujan plastic berwarna hijau kehitaman! Tubuhnya, dari perut nya yang buncit sampai bagian bawah hingga lutut diselimuti kain batik lusuh. Rambut panjangnya terurai, wajahnya berkeringat, menahan sakit!

Itu ‘pengalaman’ pertama ku sebagai seorang perempuan melihat wanita yang akan melahirkan! Mungkin Dhay dan Tina juga.

Too young to be married!
Dari ngobrol dengan dua wanita pendamping, aku tahu wanita yang akan melahirkan ini sudah dua kali melahirkan. Ini adalah anak ke tiga. Padahal usianya masih muda. Mungkin belum dua puluh tahun. Sepantaran kami waktu itu. Wanita itu di usia 14 tahun sudah melahirkan anak pertama nya. Dua anak kecil yang bermain di sekitarnya itu adalah putri-putrinya.

Suaminya adalah pemuda yang tadi menjemput Bu Paraji. Juga masih muda. Dia jadi petani, menggarap sawah milik mertua nya. Bertanam padi dan singkong. Saat isterinya berjuang melahirkan anak mereka, dia bergabung dengan kedua pria tua tadi, ngobrol di depan rumah. Tak terlihat dia khawatirkan isterinya sama sekali. Wanita melahirkan, itu biasa! Sudah kodratnya!

Proses melahirkan sangat mudah, tak memakan waktu berjam-jam. Tidak perlu hitung ’pembukaan’ segala atau suntikan ‘induksi’.
Bu Paraji mengeluarkan peralatan medisnya dari kotak yang dibawanya. Kotak itu katanya hadiah dari Puskesmas, karena dia telah mendapatkan ’training’ dua hari dari bidan dan dokter Puskesmas di Tangerang.

Isi kotak adalah gunting, obat-obatan, plester, kapas, verband, entah apa lagi. Aku juga lihat di kotak itu ada uang, sebungkus sirih dan perlengkapan nya. Haah? Ya… Bu Paraji pemakan sirih. Gigi dan bibirnya merah, merona, seperti pakai lipstick!
Entahlah, mungkin lho Bu Paraji pikir lebih baik kotak itu jadi ‘multi purpose’ jadi kotak P3K, beauty case dan dompet!

Rp.100,-
Bayi yang lahir segera di urus sama Bu Paraji. Tali pusar si bayi setelah diikat dengan tali di dua tempat kemudian dipotong dengan sebilah bamboo tipis tapi tajam. Gunting pemberian Puskesmas nggak dipakai!

Yang unik adalah, sebagai alas dan penadah pemotongan tali pusar itu, adalah uang kertas seratus rupiah! Uang kertas berwarna merah itu ditempelkan ke tali pusar si bayi. Kemudian tes…..! Tali pusar dipotong diantara dua pengikat. Ada sedikit darah menetes di uang kertas. Segera dikasih obat merah sama Bu Paraji bagian yang menempel pada pusar bayi, kemudian diverband dan diplester. Nggak higinies banget!
Pasti prosedur itu nggak masuk bagian materi training di Puskesmas!

Menurut Bu Paraji, itu suatu tradisi di Babakan. Katanya itu suatu harapan agar si bayi nantinya hidup banyak uang, jadi orang kaya!
Tapi, bagaimana bisa kaya? Uang yang buat alas aja hanya Rp.100,- Itu cuma jumlah ongkos satu kali naik bis kota di Jakarta, dari Rawamangun ke Blok M waktu itu. Atau ongkos bemo dari Kampus UI Salemba ke kampus UI, jalan Pemuda, Rawamangun
Lalu kalo pakai cheque Rp.1 juta??? Beda nggak ya?
Melihat proses melahirkan yang begitu sederhana dan kondisi yang begitu menyedihkan, aku jadi teringat Serpong sekarang.

Setiap Rabu untuk tugas mengajar di sebuah universitas swasta, aku melewati daerah Serpong, menuju Karawaci. Serpong tidak lagi hutan perkebunan karet, persawahan dan gelap gulita kalau malam.
Serpong, sekarang termasuk desa Babakan, Jadi kota modern, Bumi Serpong Damai City (BSD).
Kota modern, penuh dengan rumah mewah dengan berbagai aliran gaya arsitektur, ruko, mall, jalan licin hotmix dengan taman-taman indah. Malam pun terang benderang, mobil mewah import berbagai merek milik penghuninya berseliweran di Serpong.

Kemana perempuan desa yang melahirkan itu sekarang?
Masihkan dia tinggal di Babakan, Serpong?
Bayi laki-laki nya itu, kira-kira sekarang sudah usia 28 tahun atau lebih,
Semoga kini dia jadi orang kaya dan menempati salah satu rumah mewah di BSD City.
Semoga saja.

Ida Syahranie

Depok,18 September 2009


Written about 2 months ago • Comment • LikeUnlike

Dodot Maridot Hehey, Servo Caesar Prayoga and Toni Munajat like this.

Servo Caesar Prayoga
' Semoga semua yang membaca tulisan ini dapat kembali menjadi sosok fitrah nan suci setelah menjalani Ramadhan. Amin... '

Tulisannnya bagus banget & sangat inspiratif, mbak...terimakasih sudah berbagi cerita menakjubkan ini ya, mbak...semoga bayi Rp100,- itu sekarang sudah sukses dan mendapat kesempatan untuk membaca kisah kelahirannya... x)
September 18 at 2:30pm • Delete

Farida Sendjaja
Ida say, gue selalu menikmati tulisan2 kamu. Pingin juga nulis pengalaman serupa tapi berbeda saat di serpong dulu. Sama sepert kamu, gue dan teman2 jurusan Politik juga "geger budaya" saat masuk ke rumah tempat menginap selama di Serpong. Gue dan Adjeng, ga bisa tidur di dalam kamr yang disediakan untuk para cewek. Kami berdua bergabung dg para ... See Morecowok di beranda rumah, dg veldbed. Foto saat tidur dan suasana menjelang tidur gue tempel di album fb gw, sebagai pengingat.

Kapan ada waktu, gue tulis deh pengalaman tak terlupakan saat survey "sosiologi politik" di serpong itu. Sekarang gue mau lanjut nulis artikel. Masih nunggak kerja dan blm libur lho gue ini.

Met Idul Fitri juga ya. Maaf lahir batin pula. Gue tunggu tulisan2 menarik lo selanjutnya ya. Salam kangen.
September 18 at 4:10pm • Delete

Siti Mariyani
Bagus sekali mba Ida cerita pengalamannya....boleh juga ditulis dlm rangkuman cerita dan dibukukan......karena kisah2 dibalik kegiatan penelitiannya yg jadi menarik dan menggelitik utk dibaca....selamat ya mba cantik...?!
September 19 at 10:41am • Delete

Ida Syahranie
Avo: Thanks a lot. Harap maklum ya... aku bisanya nulis itu doang buat share di Fb ini. Mungkin aja anak muda spt Avo tak mengalaminya. Jadoel banget soale. He...he..he

Baby: Spt teori sosiologi,akin tua, ingetan selalu ke belakang. Aku tulis sdh lama, sekarang anakku sdh mhs, jadi kalo dia mengeluh ada tugas dari dosen dsb, dia bisa ingat bahwa kita dulu mengalami hal yang sama. Nulis aja pake metik manual.

Mbak Ani; Betul, beberapa saran teman juga ada untuk dipublikasikan notes saya via buku. Tapi belum tahu mbak jalurnya dan marketnya apa siap terima tulisan semacam ini. ... See More

Stock tulisan saya ada 20 an kali, 3 novel, dan beberapa draft yang masih write and rewrite. Thank you aniway.
September 20 at 2:22pm • Delete

Alexandro Di Augusto Sumartono
Ida,selamat Idul Fitri, maaf lahir & batin. Hebat, daya ingat loe kuat sekali ... Lanjutkan!
September 21 at 7:32am • Delete

Ida Syahranie
Ton, thank you! Liburan kemana nih? Salam sama kelg ya
September 21 at 7:34am • Delete

Alexandro Di Augusto Sumartono
Ok, gak kemana-mana di Pa - Depok - an aja ... Salam juga utk Abang & anak-2 ya.
September 21 at 7:38am • Delete

Siti Mariyani
Mba Ida, aku ada teman..masih muda...kebetulan dia anaknya teman kantor, namanya Senda...dia suka nulis dan tulisannya dibukukan...nanti aku tanya dia ya mba...krn dia pastinya sdh sering berhub dg penerbit.
September 22 at 11:47am • Delete

Ida Syahranie
Mbak Ani, thanks ya.
September 22 at 6:05pm • Delete

tarting wage is Rs 1300 per hour.