Dengan bunga ini pertama kali belajar merangkai bunga dengan guru SDku, Ibu Yenny Merang, wanita Dayak terpelajar, teman sekolah Mama.
Jika orang lain terinspirasi oleh wanita atau tokoh dunia dan terkenal, aku malah tidak. Wanita sekelilingku cukup membuatku merasa cukup layak sebagai perempuan. Bunga yang mengingatkanku pada wanita wanita cantik , terpelajar dan anggun disekelilingku.
Tante Erna Arifin-Mansyah., wanita cantik lembut penyayang dengan tutur kata halus khas daerah Kandangan, di Kalimantan Selatan, kota asal keluarga kami. Dialah yang memberiku bunga alamanda ini, dan aku menggabungkannya dengan daun2 asparagus milik Mama. Rangkaian bunga yang membuatku memenangi juara untuk sekolah kampung kecilku, SD Arjuna, Banjarmasin saat usiaku belum genap 11 tahun. Dua wanita yang bersahabat. Mamaku, Sarhanah Syahranie yang meletakkan dasar etika dan pendidikan, sangat disiplin dan rapi. Dari Mama aku belajar segala hal, meski semuanya tak selalu bisa sempurna Dari Mama aku suka bunga, suka dandan dan baca novel. Ibu Yenny Merang, perempuan Dayak Kalimantan Tengah, yang kupanggil Tante Yenny kalau usai sekolah, wanita mandiri dan sangat toleran tetapi penuh dedikasi dan disiplin. Sahabat dan kakak bagi Mama, karena seniornya di sekolah guru (MNS= Meijses Normaal School, sejenis sekolah guru khusus perempuan ya). Satu lagi wanita yang dengan kelembutan dan keihlasannya mengajariku mengaji Al Qur'an, Ibu Bahrin. Saat aku yang masih kecil dan rewel dan malas mengaji, dia mendatangiku ke rumah, membujukku, mengajari dengan telaten. Membenahi kerudungku yang jatuh kebahu.Mengusapi mataku yang mengantuk. Bahkan mendampingiku saat upacara 'hatam Quran'
Seorang wanita lainnya adalah guru TK ku di TK Mulawarman., Banjarmasin. Dia yang memberikanku kelembutan seorang guru sekaligus gaya wanita modern. Aku panggil dia Bu Betty Van Gelder. Putri sepupu ayahku. Kak Betty seharusnya aku memanggilnya, diantaranya mengajariku menari, menghormat gaya wanita Eropah sana. Dengan rok putih, topi putihnya, sepeda Raleighnya mengingatkan ku pada gaya wanita Indo Eropah dalam gambar majalah klasik atau foto tua dalam buku2 di museum. Gaya berdandannya mirip Mama sewaktu muda. Saat sore dirumah bersamanya membalik balik majalah yang dikirim dari Negeri Belanda, bergambar Santa Klaus. Wanita berikutnya adalah Mami, Tuty Vermeer, mertuaku. Beliau wanita yang berhati luas dan lembut. Menerimaku apa adanya.Dia yang menunjukkan padaku bahwa masalah dan solusi selalu ada dalam pernikahan. Terakhir, Mama, Hajjah Asmah Syahruni, mulai remaja aku lebih sering bertemu dengan kakak Mama ini karena kami pindah ke Jakarta. Mulailah moment moment penting dalam hidupku tak terpisahkan dengannya. Mama yang hangat bagi anak,anaknya , menantu,keponakan, cucu dan buyut, bahkan Mama bagi siapapun. Dunia pergerakkan wanita dan politik membuatnya lawan bicara yang asyik bagiku buat ngobrol. Darinya aku tahu, mempertahankan prinsip itu artinya ikhlas berbeda dengan orang lain, siap menderita dan tabah menjalaninya. Julukkannya semasa jadi anggota legislatif adalah Singa Podium. Kadang kadang dalam memimpin acara pertemuan keluarga, aku yg memandu acara suka ikut ikutan gaya Mama. Mama adalah putri tertua kakekku... aku juga sekarang cucu tertua perempuan.
Hormat dan terima kasihku untuk Mama & Ibu.
| | | | | |
