Terima Kasih , Anda telah mengunjungi blog saya.

Thank you so much to have you here.
It is about my novels, notes, comments of something, features, short stories and pictures.

Also my products, Furoshiki and Yukata (summer kimono).

Please leave your comments.... thank you
Enjoy it....



Minggu, 08 Mei 2011

Loket, status dan customer service



Apa yang menarik dari loket sih?
Loket itu mungkin dalam bahasa Inggeris padanannya adalah  booth , workspace, cubicle, compartment, panel, dividing wall.
Memang loket biasanya berupa panel yang memisahkan dua ruang. Ruang di dalam sebagai tempat kerja dan melayani, sedangkan ruang di luar panel adalah bagian untuk yang dilayani.

Fungsi loket memang untuk kontak dua pihak. Biasanya setengah bagian berupa panel dari papan atau beton, sedangkan bagian atas dari kaca.  Jadi kontak dan komunikasi lebih mudah, face to face communications.  Terkadang, bagian kaca diberi lubang, sehingga suara masih dapat terdengar, jika kaca rapat hingga ke atas plafond.

Loket, umum terdapat pada institusi pelayanan publik, baik swasta maupun milik pemerintah, seperti rumah sakit, apotik, penjualan ticket di bioskop, konser, drama, aneka jasa untuk pelayanan keuangan/ kasir, jasa transportasi (jalan toll, kereta api, bus, pesawat udara), telekomunikasi (jasa pos),  komunikasi maupun pendidikan spt sekolah dan perguruan tinggi. Bank dan taman hiburan juga telah lama menggunakan loket. Bahkan kini restoran fastfood juga mendirikan loket untuk layanan cepat, seperti kopi, hamburger, kentang goreng, dan ayam goreng.

Yang di dalam loket punya otoritas!
Tidak hanya fungsi ruang, orang yang berada di dalam dan di luar loket juga tentunya berbeda peran dan otoritas. Masa sih? Benar, karena dengan memisahkan dua ruang tersebut, dengan jelas biasanya, hanya orang tertentu yg berhak dan punya otoritas. Bahkan dia yang menentukan, siapa yang akan dilayani terlebih dahulu, siapa yang harus begini dan begitu. Pokoknya ini posisi termasuk keren deh. Yang berada di luar, harus menerima dengan takzim dong.


Sering terjadi, kontak dan pelayanan ini berjalan tak sesuai harapan. Harapan siapa sih?  Kebanyakan adalah harapan yang minta dilayani, mereka yang berada di luar loket. Misalnya, pelayanan lamban sekali, petugas tidak mampu menjawab pertanyaan dengan baik, tidak sopan, tidak memahami tugasnya, tidak fokus pada tugasnya, misalnya sambil sms atau ngobrol dengan temannya.  Ada juga yang tidak peduli, dan tidak mau mendengarkan terlebih dahulu apa yang diminta padanya.

Dalam IMC (Intergrated Marketing Communications), strategi komunikasi pemasaran yang memadukan dan mengintegrasikan beberapa medium komunikasi pemasaran untuk mencapai tujuan secara effective,  loket merupakan medium komunikasi, melalui komunikasi dan pelayanan kepada publik. Sering dikenal dengan Customer Service Desk.

Loket merupakan ujung tombak. Pada loket sering muncul masalah, dan  dari sini sering issu negatif akan mudah berkembang. Mereka yang bertugas disini berada di garis depan pelayanan! Harus hati2 memilih petugasnya.   Bahkan harus tambah dengan bonus full service, full senyum dan ekstra ramah!

Sudahkah itu disadari semua institusi yang membangun loket??? 
Untuk loket yang dibuat oleh swasta spt bank, rumah sakit mungkin sudah lumayan memadai. Ada sapaan ramah petugasnya saat kita menghampiri loketnya. ” Ada yang bisa saya bantu??”  itu sapaan khas mereka. Jika sedang istirahat, secarik tulisan menjelaskan, kapan loket akan dibuka kembali tertera jelas.

Bagaimana dengan di lingkungan institusi pemerintah? 
Mari, saya mau bercerita sedikit, agak kecewa dan dongkol. Bukan berarti semua loket pemerintah itu kacau yaaa.

Yang kuceritakan ini hanya pengalaman, sayangnya,  kok terjadi pada katagori ini. Jadi silahkan berpendapat yaa.

Hitech yang gapsos (gagap sosial)
Sekitar awal 2008, saya bersama Tyo (seorang teman, sesama dosen)  membawa  laptop kami untuk didaftarkan sebagai user fasilitas internet kampus tercinta kami. Sebagai dosen luar biasa (maksudnya dosen tidak tetap), kami bisa akses internet jika mendaftar dulu, agar kegiatan kerja di kampus menjadi lebih lancar. 

Sekitar jam 10.30 kami sudah di loket, beberapa mahasiswa juga punya tujuan yang sama. Setelah antri, kami dilayani oleh seorang petugas pria. Tanpa senyum, dia minta kami turn on laptop kami. Lalu berpaling meninggalkan kami, entah kemana... toilet mungkin. Ok, beres... komputer kami siap pakai.  Sekitar sepuluh menit, petugas  lalu mengecheck komputerku,  lalu menyerahkan kembali .
” Sudah Bu... coba aja online” katanya.   Sudah apa? Apanya yang sudah?.....

Tyo yang jago komputer mengajariku supaya bisa online...... Lha ini kan bukan tugasmu Mbak! Tugas si Mas itu yang ada di dalam loket. Kami duduk dekat loket, dan mencoba hampir sejam. Tyo ternyata juga ada masalah dengan laptopnya , tidak bisa online! Kami  balik lagi ke loket, minta petunjuk  si bapak yang tadi. Harus antri dari awal lagi, agar bisa dibantu. Waktu sudah menjelang istirahat makan siang, sekitar 11.45 wib.  Kami berdiri menunggu, juga beberapa mahasiswa.  Salah satu dari  petugas  di dalam loket bicara sama bapak yang tadi melayani kami.
” Ayo... makan yuk!”... gayanya santai sekali...sepertinya memang sudah siap untuk melepaskan lelah. Lha bukankah jam istirahat kantor itu jam 12.00 wib???  Aku sudah curiga..... bakal nggak enak kejadiannya! Benar!!!! Si Bapak dengan tenang,  menjauh dari loket, zonder bicara! Meninggalkan kami yang berderet dan bersandar di loket. Tidak bilang” Bu,... ini jam istirahat ya...nanti kami kembali lagi”  Atau nggak usah ngomong deh...tulis di kertas!   
Dengan tenang, dia berjalan meninggalkan loket bersama temannya, keluar gedung pusat pelayanan itu. Menuju ke sebuah kantin, tak jauh dari gedung. Kami melongo!!!! Seorang mahasiswa nyeletuk....” Yee.. kita ditinggalin!!!!”


Baru awal bulan ini, hal yang mirip terjadi di loket tempat kerjaku. Duh... masih saja ya, padahal pimpinan tertingginya begitu humble, full senyum, sangat membantu, ramah, pintar, doktor soalnya dan ganteng pula!
Sayang upaya membuat lembaganya sebagai pelayanan publik rada terganggu dengan ulah stafnya ini. Moga2 saja ini perlakuan khusus untukku aja sih. Sama orang lain, dia nggak begitu.

Hari itu, awal Mei 2011, aku berniat menyerahkan absen senam ke bagian keuangan, agar pelatih senam kami mendapatkan honornya. Ini hampir setiap awal bulan kulakukan, rutin deh.  Ruangan baru bagian keuangan sekarang ada di lantai 2, tentu saja ada loket, berkaca terang benderang.

”Yang mulia paduka laptop loket” 
Hanya terlihat seorang pria, duduk di dalam loket, menghadapi sebuah laptop. Ketika aku mengucapkan salam selamat siang, beliau tetap menunduk, menatap layar laptop. Aku menyapa lagi ” Selamat siang Pak!” dia mengangkat dagunya. Aku tidak pernah bertemu dengan orang ini. Lalu menduga dia pimpinan baru di ruang ini, masih muda, dan terlihat smart lah!  Tidak ada pertanyaan professional sama sekali, ya sudah lah!
” Pak, saya mau menyerahkan absen Yoga ini untuk bagian keuangan” ujarku, menjelaskan  maksud kedatanganku ke loket itu.

Mengagetkan!!!! ”Yang mulia paduka laptop loket”  mengangkat wajahnya, mengaiskan tangan kirinya seolah menyingkirkan kehadiranku! Seakan akan lalat yang beterbangan mengganggu matanya!!!!
” Oh... disini gak ada urusan sama itu!!!!” suaranya begitu wibawa, memberi maklumat akan otoritasnya yang ada di dalam loket. Begitukah??? Aduh... setidaknya dia nggak gaptek lah, berada di lingkungan yang maha akademik. Sayang soal etika masih gapsos.  Bagaimanapun aku tamu bagi lembaganya kan? Bahkan jika aku yang  berpenampilan sangat biasa ini, tetaplah tamu.

Aku meredam hati yang kesal, mencoba menjelaskan lagi sebisaku. Dia tetap ngotot tak ada urusan dengan absen, undangan dsb. Padahal, aku sekalipun tak pernah bicara soal undangan, cuma absen thok!

Akhirnya aku bicara lagi: ” Pak tolong dengarkan penjelasan saya, ya. Ini adalah absen senam yoga, dengan bukti absen ini pelatih akan dibayar oleh bagian keuangan sini, Saya sudah bertahun tahun setiap awal bulan menyerahkan ini kok ke bagian keuangan” ujarku.... Terbayangkan, saat dulu bekerja di bagian pemasaran deh, jika personelku yang bertingkah seperti ini sudah pasti aku tarik masuk jadi petugas gudang barang jadi!

Ya ampun....orang ini benar2 tahu menjaga wibawa! Dia tetap tidak mau menerima.  ” Kami disini tidak ada urusan sama begituan!” Aku juga mulai ngotot lah.... ini strategiku. Aku nggak mau kalah atau mengalah, biarpun dia adalah ”Yang mulia paduka laptop loket”   artinya manager baru di loket itu.

Setara gaya Taipan
Akhirnya dia berdiri, keluar dari loket, berjalan ke arah pintu yang memang sedikit terbuka.  Lalu  bicara pada seseorang di luar ” Masuk!” gaya bossy nya boleh juga!  Setara gaya Pak James Riady deh, itu Taipan pemilik UPH.

Seseorang yang dipanggil dari luar masuk, aku lupa namanya, tapi kenal dia.  ” Oh mbak Ida,  mau serahkan absen senam ya?”
Duh... nyes... hatiku lega.  Masih ada senyum pula. Padahal aku tahu, si Mas ini karyawan biasa!  Aku serahkan absen padanya, mengucapkan terima kasihi padanya. Juga berterima kasih pada  ”Yang mulia paduka laptop loket” 

Heran… dia mungkin masih penasaran atau merasa terkalahkan, atau itu bagian dari strateginya  ‘membina dan memupuk wibawa’  dia tetap menjelaskan padaku begini:

“ Soalnya saya kira itu absen untuk seminar sih.. sini kan gak ada urusan sama seminar!!!!” 
Monggo Pak... silahkan masuk Seminari...... belajar etika dan customer service. Atau belajar dari staff mu yang tadi, atau para cleaning service yang selalu ramah menyapa tamu yang memasuki kampus ini! Mereka pendukung customer service dan mempraktekkannya!

Depok, 8 Mei 2011

beberapa komentar terkait tulisan ini di FB ku
  • Langyt Bhumy Yah maklumlah mental menak kan gitu. Kagak tahu kapan musti jadi people person dan kasih layanan yang mumpuni. Kalo emnag gak mau melayani, ya cari pekerjaan yang lainnya aja kan?
  • Raymond Michael Makasih mbak Ida, hal spt ini yg memang sdh saya prediksikan dan karena saya pernah meminta diadakan training customer service utk unit2 yg melayani. Tp sayang mungkin dianggap ranahnya sdm krn menyangkut brbagai unit, mulai dr humas, sba, teknisi, mahalum, keuangan, satpam dan cleaning service.
  • Meiftia Hartono · 14 mutual friends
    aku bisa membayangkan tempat2 yg mbak Ida ceritakan (maklum, anak FISIP UI jg hehe). Kecewa dan sebal ya? Tapi kenal beberapa karyawan dr SBA, mereka pun sering curhat krn kelelahan 'melayani', persoalan yg ditanyakan mahasiswa atau dosen yg itu2 saja. Saya pun hny bisa komentar dlm hati, "Namanya juga pekerjaan, pasti ada resikonya. Faktor kelelahan adl manusiawi. Tapi bukan legitimasi untuk menghilangkan etika." Susahnya, kebanyakan bekerja di bagian itu hanya memang untuk bekerja, tanpa sadar mereka hrs pny kapasitas lebih utk bersabar dan sekali lagi, untuk 'melayani'. Usulkan saja pd fakultas/rektorat, adakan kelas etika utk mereka
  • Rostina Prawirakusumah ya ampun masih ada yang seperti ini di kampus tercinta kita??
  • Ida Syahranie @ Vasthi: Hua ha..ha, mbak yang ini menakjinggo!!!! Yg bisa memilih pekerjaan yg sesuai dgn karakternya sendiri.
  • Ida Syahranie Mas Raymond, sayang ya... kliatannya sih label yg ada di jidat nya keren tuh gue denger gosipnya.... titelnya juga mumpuni! Hua ha..ha... gak jaminan rupanya yaa
  • Ida Syahranie Mbak Meftia: iya lah... pokok e yang ada loket deh. Soal mereka capek karena pertanyaan yg sama... hua ha..ha...bukan alasan lah.... FYI, saya bukan orang yg punya kapasitas buat usul... saya nih Dosen Luar Biasa, yang Biasa di Luar, dan di Luar Biasa saja. Inti notes saya adalah, peran, status, ruangan itu mempengaruhi pola komunikasi serta berdampak sangat nyata pada siapa kita. Basic utama setiap pekerjaan adalah etika.
  • Ida Syahranie Tina dear.... our lovely campus.... sudah berubah kok, gedung modern dgn fasilitas aduh ai! Soal etika pekerjaan masih harus memulai dari dasar!!!! hicks. Maaf... para cleaning service... they all good manner!!!!
  • Anizar M Jasmine Sabaaaaaaaaaaar mbak. Aku pernah mengalami peristiwa yang sampai saat ini masih membekas dalam. Sekitar tahun 1995 mencoba untuk menemui orang besar yang banyak dielu-elukan pengikutnya. Aku datang ketempat orang besar itu untuk tugas jurnalistik. Ketika diluar ruang kerjanya aku tanya sama OB yang sudah tua. " ... ... (nyebut nama) ada ?". Dijawab dengan kedua telapak tangannya yang ditangkupkan kemudian ditempelkan kepipinya... maksudnya sedang tidur. Aku tunggu sampai juga ikut tertidur diruang tunggu. Setelah numpang shalat dzuhur, aku lihat pak OB tua itu membawa makanan keruangannya. Karena selama ini aku melihat ia begitu merakyat dan sering jadi nara sumber para wartawan, aku ikut masuk keruangannya sambil mengucapkan salam. Tapi aku tidak mendengar si tokoh itu menjawab. Trus, aku sampaikan maksud kedatanganku. Langsung dijawab : nggak mau ... nggak mau ... huss .. huss ... ambil mengibaskan tangannya seperti mengusir seekor ayam. Rusak sudah citra baik yang selama ini ada dibenakku pada sang tokoh itu.
  • Langyt Bhumy Yah begitulah... kapan lagi punya otoritas. Kan menurut beliau mendingan jadi raja di tambak daripada di laut. Nah kalo tambaknya itu tambak Dipasena... Raja Loket kagak jadi raja lagi kan? Ssssttt... soalnya doi juga ribet tuh ama laptopnya, gak bisa login kaleeee.Buat dia gak ada ilmu customer service, yang ada: No customer is good service.
  • Ida Syahranie Bang AA, betul itu uji kesabaran... alhamdulillah saya saat itu diberi kesabaran, nggak sampai menikkan nada bicaraku sama 'Toean Loket". Menulis ini kan kegiatan biasa, memoles kata, berbagi cerita saja. Menjalin silaturahim yg manfaat dengan FB friends. Pengalamanmu jauh lebih menyebalkan yaa.... mereka itu gak sadar, berkomunikasi itu adalah totalitas. Ya menyuarakan pesan, menyuarakan perasaan dengan bahasa, gestura dan mimik wajah! Bahkan memberikan gambaran identitas kita, pendiidikan, latar belakang budaya dan norm en value yg kita kiblati.
  • Ida Syahranie Mbak Vashti... kalimat terakhir bagus tuh. Harusnya setiap lokety punya moto: No Customer is good service
  • Bahrul Alam Diforwardkan aja cerita ini ke atasannya...klo ga bisa jga, sekalian ke Rektor UI *Maaf, ini di UI khan...saya yakin, si Boz..ga gitu tuuh.paling2 bisa dikasi sedikit tausiyah bgmana melayani sesama ...
  • Mayang Sari Kalau mhskita baca pasti mereka komentar DL (Derita Loe) Dosen Luarbiasa. DL double deh....hehehe...
  • Mayang Sari Aku juga puna pengalaman yang berkaitan dengan masalah Mbak. Setiap tahun akademik, aku bermasalah dengan siak-NG. Usut punya usut ternyata Nomor Induk Pegawai-ku ada 5 (gileee, kan?). Mereka ngedumel sambil ketus nanya, "Ibu, NIP-nya yang bener ang mana, sih? Koq bisa 5 gini?" yeeee...yang bkin NIP itu siapa? Lha wong aku ini DLB mana pernah ngurus masalah begitu...yang aku tau KENAPA TIAP TAHUN aku dimintai CV? Apa tidak ada database? Setauku CV diperbaharui jika ada perubahan. Memang sudah 5x kejadian aku dimintai CV dan "reward-nya" aku punya 5 NIP tadi. Ironis ya Mbak, kampus mentereng yang punya jurusan ADM tapi administrasina gak beres gini...LUAR BIASA!
  • Alwi Dahlan Interesting, Ida. Anda perceptive sekali mengamati keadaan yang selama ini dianggap "memang harus begitu" oleh orang lain, padahal mestinya "tidak harus begini" jika masyarakat kita mau maju. Coba teruskan pengamatan anda sekeliling, bikin riset kecil, betapa banyaknya hal2/lembaga/kantor/perangkat yang tidak berfungsi seperti loket, diadakan tetapi tidak ada atau tidak tahu gunanya .. Jangan2 loket hanya untuk (istilah kerennya) mengembangkan lapangan kerja, mengurangi pengangguran atau kekosongan dompet... Bisa jadi buku yang menarik lho itu..
  • Renville Almatsier Mbak Ida...itu penyakit yang umum dan bukan hal baru di republik ini. Bahkan di lembaga yang tugasnya sebagai pelayan masyarakat pun itu sering terjadi....Penyakit umum "para pejabat" kita adalah merasa penting sebagai penguasa. bagi mereka berlaku motto "kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah???.."
  • Ida Syahranie Mbak Mayang; itu juga kejadian sama Mbak Vasthi kan... namanya diacak2, jadi beberapa akhirnya kacau ... spt org Melayu bilang: Tak pandai menari, lantai disalahkan"
  • Ida Syahranie Mas Renville Almatsier, terima kasih. Jika 'penyakit yang umum' dibiarkan saya kuatir juga sih... kita jadi bangsa yang 'tertinggal' dalam etika, tapi nomor satu dalam hal korupsi. Hitech tapi gapsos. Duh....
  • Ida Syahranie Prof Alwi Dahlan, terima kasih. Saya memang suka menulis dan ingin mencoba ' menangkap' situasi dan menuangkannya dalam tulisan. Masih belajar sih. Terima kasih untuk ide, saya akan coba. Nanti jika telah tulis, saya akan share lagi. Mohon petunjuk. Saya kagum dengan tulisan Anda dalam buku yg dihadiahkan untuk kami, cerita pendek yg ditulis puluhan tahun lalu, kemudian dibaca hari ini, masih juga terjadi hal yang sama. Prediksi yang akurat tentang keadaan sosial. Benar2 kagum saya membacanya.