Gubraaak!
Hujan rintik siang itu baru saja
reda saat aku melewati deretan ex Resto Korea, Bloc Café, Toko
cendramata dan IT Centre dan Kantin Kopma di kawasan gedung
Kuntjaraningrat , FISIP UI. Agak lengang, tak banyak mahasiswa yang
berada di sekitar situ. Sepi memang, karena sudah masuk libur semester.
Sekarang saat sidang Tugas Akhir atau malah dosen mengadaakan rapat
nilai. Hanya beberapa yang sedang asyik menatapi laptop duduk
berselonjor di emperan Miriam Budiardjo Resource Centre (ex perpustakaan
FISIP UI ). Dari arah Musholla yang berada di depan Kantin Kopma aku
melihat seorang mahasiswi bercelana jeans dan blus putih berjalan menuju
arah MBRC sambil menatapi telepon selular di tangannya. Mungkin sedang
mengirim atau membaca pesan. Aku berjalan beriringan dengan seorang staf
SBA (Sub Bagian Akademik) menuju kantor SBA yang terletak di balik
MBRC, berniat mau ambil berkas UAS dan berpapasan dengannya .
Gubraaak!!!!
Tiba tiba terdengar suara seseorang jatuh, sangat keras! Aku menoleh
dan melihat mahasiswi bercelana jeans dan blus putih itu terjungkal
persis di bawah undakan/tangga yang menuruni emperan MBRC. Undakan ini
memang tidak terlalu tinggi, mungkin satu meteran. Aku masih melihat
satu tangannya terangkat ke atas, masih memegang telpon selulernya.
Beberapa
orang yang sedang asyik menatapi laptop di sekitar situ mendongak,
tertarik pada sumber suara. Beberapa mahasiswa yang sedang memasang
sepatu di pintu musholla berniat berdiri. Dua mahasiswi yang sedang
duduk di depan Kantin Kopma sambil minum minuman dalam kemasan menatap
kagum saja. Rupanya mereka mau lihat lihat situasi yang dihadapi
mahasiswi itu. Tak satupun yang benar benar beranjak bangun menolongnya.
Aku bergegas mencoba mendekat, tapi mahasiswi itu sudah bangun sendiri.
Rupanya tidak ada cedera, tak ada anggota tubuh yang patah atau luka.
Syukurlah! Dia cepat cepat mengibas kotoran yang sedikit melekat pada
pakaiannya, lalu berjalan kembali dan meneruskan kegiatan nya ber hape
ria. Seakan akan kejadian yang baru saja dialaminya tak pernah terjadi.
Dosen Luar Biasa mau keluar!
Seminggu
sebelumnya, pagi Sabtu sekitar jam 9.30 WIB 3 dosen luar biasa (ini
maksudnya istilah untuk dosen tidak tetap di UI kok), yaitu aku, Jeanny
Hardono dan Panata Harianja baru usai menjadi penguji tugas akhir untuk
seorang mahasiswa di Gedung Perkuliahan Vokasi UI/Gedung. Kami
menggunakan lift menuju lantai dasar.
Begitu pintu
terbuka, waduh!!! segerombolan mahasiswi dan mahasiswa sudah di depan
pintu, merangsek masuk. Persis segerombolan warga desa yang sedang
wisata. Seperti tak sabar, mau tahu rasanya pakai lift kah?
Yang
aku kagumi, beberapa diantara mereka masuk ke dalam cabin lift itu
sambil asyik menatapi handphonenya baca SMS atau ketik pesan. Makanya
bisa difahami dia tak melihat bahwa dalam cabin lift masih ada orang
yang mustinya diberi kesempatan keluar dulu. Kami berdesakan!!!
Yang mau keluar susah, yang masuk memaksa!!!
Benar
benar tak tahu cara pakai lift atau nalar yang tak dipakai yaa?
Bagaaimana mereka bisa masuk ke cabin lift yang kecil itu sementara kami
masih belum bisa keluar dihadang mereka???
Ini bukan hanya
terjadi di gedung Vokasi UI yang baru kok. Di FISIP UI, gedung H yang
juga sama kok. Ini bukan soal strata atau jenjang pendidikan. Soal apa
ya? Gegar budaya atau retak? Yang pasti sih, secara tehnis aja, tata
cara masuk dan keluar lift belum disadari. Duh… Bagaimana kalau ada
kondisi darurat?
Anak kolonel
Aku , Oktober 2011 lalu menerima SMS; bunyinya begini; ‘ Sy anaknya kolonel Erlangga dari Bais. Mo ke rmh ibu liat rmh. Kpan ada wkt yah’
Dari gaya menulis dan tanda baca yang dia gunakan, aku menduga pasti
ini berasal dari remaja. Ok lah berhubung ini masalah rumah yang aku mau
jual, anggaplah ini pelayanan terhadap calon konsumen! Great consumers!
Aku
janjikan dia bisa datang ke rumahku Sabtu sekitar jam 9 pagi. Wah,
ternyata antara pesan SMS dan polahnya sama, gaya masa kini. Dia tak
datang, juga tak berkabar! Apa karena dia anak kolonel yaaa?! He…he
..he.
Sialnya sebulan kemudian, dengan SMS dan nada
yang sama orang ini meminta lagi bertemu dan datang ke rumahku. Ya
sudah, karena dia meminta lagi, aku kasih kesempatan untuk datang. Kali
ini juga Sabtu dengan range waktu yang lebih longgar, antara
jam 10 sampai dengan jam 12. Benar seperti dugaanku, sekali lagi orang
ini tidak datang, tanpa kabar!
Sekitar jam 5 sore,
pulang dari Bogor, baru saja masuk rumah ketika putraku memberitahu ada
beberapa mahasiswaku minta bertemu. Aku heran, aku tak punya janji
apapun dengan mahasiswaku hari ini. Ini week end soalnya. Aku
menemui mereka, rupanya ada 5 orang pria muda mungkin sekitar 20 tahun
lah rata2, bergaya pakaian kasual, mengaku para mahasiswa universitas
swasta yang kampusnya dekat rumahku.
Aku tanyakan ada keperluan apa
mencariku. Seorang diantara mereka, bertubuh besar, bercelana pendek,
mungkin kostum basket, kaos longgar tanpa lengan, tanpa sepatu olah raga
tapi menggunakan sandal kamar yang tipis, berlogo hotel sebuah kota di
Sumatera sana, menyahut :
“ Saya yang kemarin SMS, anaknya kolonel
Erlangga. Mau liat rumah bu” Ditangannya yang memegang pintu pagar
rumahku tergenggam dua handphone warna hitam model terbaru. Meski
berpakaian olahraga, pemuda ini terkesan tambun, tak atletis. Tapi ini
kan cuma fashion style saja pikirku. Wajah lumayan lah! Teman temannya juga.
Ha ..ha… nice guys, tanpa salam or hello!
Apalagi assalam mualaikum! Juga tidak minta maaf kalau pagi tadi tak
bisa datang sesuai janji. Jadi ingat para mahasiswaku, biasanya mereka
langsung mengucapkan salam. Tak sedikit yang justru mencium tangan.
Kalau yang mahasiswi malah cipika cipiki sambil jerit jerit ‘
kangen mbak!’ Aku buru buru menyadari ini orang orang yang sama sekali
tak kukenal kok, jangan berharap apa apa.
Aku
persilahkan mereka masuk ke rumahku dan dia duduk di sofa ruang tamu
bersama satu temannya. Adik kecil tambun ini langsung menatap
handphonenya, ketik ketik terus. Temannya juga. Aku menunggu hingga dia
selesai. Aku duduk di depannya, menunggu apa yang ingin dia sampaikan.
Ini berlangsung mungkin 10 menit lebih. Lho…mas …mas ini ke rumahku mau
numpang duduk ya , capek sms sambil berdiri ya?
Dia
tetap menundukan kepalanya, tak memperdulikan kehadiranku sebagai nyonya
rumah. Dia tamuku! Terus saja berkutat dengan dua handphone canggihnya.
Akhirnya aku tak tahan lah, aku ketuk pelan meja kaca di depannya, lalu
tanya dia; “ Kamu kesini mau ketemu saya? Mau apa ya? Kalo nggak ada
keperluan, silahkan pulang ya. Saya mau istirahat” sambil berdiri dari
dudukku.
Dia tergagap dan buru buru menjawab : “ Oh ya bu, bentar yaa”
lalu terus lagi menatapi handphonenya! Wakakakaks… putra kolonel ini
bener bener konsisten tidak sopan!
Suamiku yang mondar mandir
sekitar ruang tamu sudah gemas melihatnya. Akhirnya yang dipertuan agung
putra kolonel ini menyudahi aktivitas dengan handphonenya.
“Bu
rumah ibu mau dilepas berapa?” Ha… ha..ha anak ini mulai masuk ke
topik! Sayang aku sudah tak tertarik melanjutkan pertemuan ini. Suamiku
langsung mendekat dan menyahuti: : ‘Kami mau jual 1 milyard”
Pemuda
itu ternganga tentu saja. Temannya yang polahnya tak beda dengannya,
malah yang menimpali “ Kok mahal sekali Pak?” Suamiku dengan kalem
menjawabnya, “ Tetangga sebelah, jenderal Mansyur mau jual rumahnya 2
milyard” Aku tahu suamiku sedang menjahilinya. Tak pernah terdengar Pak
Mansyur sebelah rumahku berniat menjual rumahnya. Ha..ha..ha.
Aku sudah benar benar berdiri dekat pintu keluar, dengan gestura
mempersilahkan keduanya pergi. Rupanya kedua anak muda ini tak terbiasa
dengan bahasa tubuh, tak faham. Mungkin mereka berdua tidak tumbuh
dalam keluarga yang menggunakan multi bahasa, lisan, tulisan tapi juga
bahasa tubuh. Mereka mungkin tumbuh dan dibesarkan dengan bahasa SMS!
Nah ini link
yang tak pernah tersambung. Mereka masih anteng duduk di kursiku.
Whuih….whuih…whuih! Malah sang putra kolonel yang belum sempat kutanyai
namanya , bertanya ; “Harga boleh nego nggak Om?”
Nego?
Woow ! Imaginasimu berlebihan nak! Lebih baik pulang , tanya orang
tuamu, atau ingat ingat, tata cara mengunjungi Eyangmu? Datukmu, atau
Aki Nini mu. Atau kamu tak pernah diajak berkunjung ke rumah mereka ya?
Atau kau tak punya mereka semua!
Boys… kamu memulai komunikasi bisnis ini dengan cara yang salah. Mau negosiasi apa?!
Bahkan
kita belum berkenalan secara benar. Kami belum tahu namamu. Benarkah
kau yang duduk di kursiku itu putra seorang kolonel yang bertugas di
lembaga Negara itu?
Aku sudah tak sabar ah: ” Gini ya,
yang mau beli rumah ini bapak kamu kan? Ya sudah, suruh dia yang hubungi
kami aja. Kamu pulang deh” sambil aku goyang goyang daun pintuku.
Pelan, keduanya berdiri, ngeloyor tanpa menyalami kami berdua. Dengan 3
buah motor, mereka meninggalkan halaman rumahku.
Muncrat!
Saat
mengantri ambil makanan dalam sebuah resepsi pernikahan, aku juga
pernah terheran heran ketika seorang ibu yang berdandan rapi, dengan tas
bermerk bagus dan terkenal, asyik berbicara di telepon genggamnya, earphone
nya terpasang di kupingnya. Suaranya tentu saja harus keras agar bisa
mengalahkan ramainya ruang resepsi pernikahan itu . Mungkin dia business woman ya, harus sigap dan cepat tanggap pada peluang usaha. Ini pembicaraan penting, pantang tunda, meski lagi menghadiri perjamuan.
Satu
tangannya pegang piring, satunya lagi menyendoki beberapa hidangan. Dia
terus saja berbicara, setengah berteriak mengalahkan suara dengung
ramainya resepsi. Tentu saja antrian agak tersendat saat dia berbicara
itu! Aku yang berdiri di belakangnya juga mulai gerah, juga agak malas
melanjutkan ambil makanan. Ya, kuatir makanan sudah tak higinis lah…
Soalnya itu ludahnya mungkin muncrat ke makanan!
Jika memang niat mau menghadiri resepsi, ya sudah lah Bu!. Handphone masukkan dulu ke tas bermerek mu itu. Hi hi hi… rempong yaa.
Komunikasi & Isolasi
Benar,
manusia memang mahluk Tuhan yang unik! Demi untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan agar tidak merasa terisolasi, apapun situasi dan kondisi
yang sedang dihadapi kita bisa jadi tak perduli. Benar benar istilah jatuh bangun itu pas untuk mahasiswi yang terjungkal di emperan MBRC tadi.
Untuk kasus di lift, putra kolonel di rumahku atau business woman itu agak sedikit complicated ya.
Ramai ramai bergabung disana, masalah seperti penerapan tata cara
pergaulan, etika, pengabaian pada lingkungan sekitar bahkan ancaman
membahayakan orang di sekitar kita.
Tak pantaslah kita
menyalahkan ini akibat kemajuan tehnologi komunikasi. Nalar, toleransi,
etika tak harus terabaikan dengan kehadiran tehnologi baru ini. Jangan
diabaikan. Bukankah dengan mengabaikan , malah muncul ancaman yang
membahayakan diri sendiri, orang lain bahkan menampakkan jati diri
sesungguhnya yang rada kusam.
Hal hal ini cuma
illustrasi kejadian yang kualami. Tapi ketika jeda dalam rapat, kami
ramai ramai diskusi diantara para dosen kemarin, terungkaplah hal yang
sama. Apa yang bisa kita lakukan? Tehnologi komunikasi begitu canggih,
tapi kita terisolasi, masih ditahap cuma mampu mengoperasikan alat
tehnologi komunikasi, tapi tak mampu menggabungkan dengan nilai nilai
hakikat manusia sebagai karya Tuhan yang paling mulia. Sehingga manusia
yang berkomunikasi dengan alat tehnologi komunikasi canggih itu tetap
seperti manusia, mahluk social yang berbudaya. Bukan robot.
Depok, 18 Januari 2012
Hadiah buat putraku Danny Syah Aryaputra
Ida Syahranie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar